Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Profesor" Rocky Gerung dalam Sengketa Lahan, Argumennya Mirip Penghuni Girli

10 September 2021   21:03 Diperbarui: 10 September 2021   21:02 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

"Profesor" Rocky Gerung Pola Pikir Girli, dalam Penguasaan Lahan

Apakah ini sebuah pertanda, atau malah sebagaimana kata oposan, ala Andi Arief, upaya pembungkaman atas  kritisnya Rocky Gerung? Susah sih melihat relevansi  dan kepentingan pemerintah membungkam Rocky Gerung. Terlalu banyak sisi lemah, bandingkan dengan apa yang biasa dinyatakan Fadli Zon, atau AHY jauh lebih masuk akal membungkam mereka.

Posisi Rocky Gerung biasa saja. Ada Refli Harun, ada Said Didu, dan masih begitu banyak oposan dan kelompok sejatinya sakit hati. Jadi mereka ini dibungkam juga buat apa, malah merusak citra pemerintah, Jokowi yang sudah susah payah bekerja keras.

Pernyataan Andi Arief sih tidak usah dibahas. Terlalu prematur dan cenderung asal ada bahan menyerang pemerintah-Jokowi. Ketua pemenangan yang minim visi seperti ini yang dijadikan andalan Demokrat?

Mengapa lebih penting mengulik pernyataan Rocky Gerung?

Pernyataan Rocky Gerung baik melalui pengacara, atau pihak yang berada pada barisan yang sama itu cenderung jual derita, politis yang berlebihan, dan memperlihatkan sikap tidak bertanggung jawab. Khas kanak-kanak, dan kelompok oposan yang selalu begitu. Merasa benar, ketika terdesak kemudian menyalahkan Jokowi. 

Membosankan sebenarnya, tetapi tetap kudu menulis biar orang tahu dan paham, bagaimana permainan politik kotor ini ada. Narasi yang berkembang tidak melebar ke mana-mana.

Penguasaan tanah, apalagi ini sudah zaman modern. Program pemerintah sertifikasi tanah, bahkan gratis, hanya membayar kisaran Rp. 300.000, 00 untuk pemutihan ribuan lembar sertifikat setiap tahun dilaksanakan program itu. Artinya, sah dan valid kepemilikan tanah itu ada bukti fisiknya, dan tercatat di BPN.

Menarik apa yang Haris Azhar nyatakan, ia menglaim bahwa kliennya sudah menempati tanah dan rumah itu sejak 2009 setelah oper pengelolaan dari pihak lain, sejak tahun 60-an. Hal yang aneh dan tidak masuk akal, di era modern, ada data hitam di atas putih, masih saja hanya berdasarkan klaim karena sudah menduduki sekian lama.

Jika demikian, apa bedanya argumen Rocky Gerung yang selalu saja mendungu-dungukan pendukung pemerintah, dengan penghuni pinggir kali yang mau digusur? Mereka juga akan bersikukuh kalau sudah sekian tahun beranak pinak di sana.

Jauh lebih berpengalaman, berpendidikan, dan juga berwawasan, lha kalau argumen, dasar kepemilikan seperti itu ya kacau aturan. Sama dengan orang pedalaman mengaku batas tanah adalah pohon, yang jelas bertumbuh dan berkembang. Itu sangat bisa dipahami, untuk berpuluh tahun lalu, tanah masih murah, geser satu meter belum terasa. Lha sekarang, 20 cm saja, jika dikali panjang sudah besar.

Sertifikat, mosok sekelah artis medsos, dosen dan berjulukan profesor namun perilakunya bernegara masih bar-bar, atau malah karena kena karma menuding dungu menjadi dungu sendiri. Bukti otentik, valid, tak terbantahkan. Mau seperti apapun, legalitas dari BPN itu paling kuat, mendasar, dan menang.

Jika, pihak penggugat itu lemah, jauh lebih memalukan pemerintah, karena tudingan mau membungkam sikap berlawanan dengan pemerintah mendapatkan legitimasi. Pemerintah itu tidak sedungu itu. Kalau mau, sudah jauh-jauh hari, lebih dulu "diselesaikan", tidak selemah ini.

Rocky Gerung itu banyak celah dan kelemahan, hoax, dan pernyataan tak berdasar jelas lebih mudah untuk dijadikan kasus hukum dengan kata lain pembungkaman. Mengenai rumah dan tanah sih malah menjadi panggung bagi dia dan kelompoknya untuk menciptakan narasi menyudutkan pemerintah.

Jika pemerintah mau selesai dan tidak berkepanjangan dan membuat ulah seperti soal tanah ini. ingat, ia pernah menggunakan ambulan demi bisa menerobos masa kampanye lalu. 

Artinya apa? ia itu banyak kesalahan, yang bisa menjadi alat  menjeratnya secara pidana. Keberadaannya yang bukan siapa-siapa namun serasa paling hebat itu bisa menjadi alat untuk menjadikannya pesakitan.

Makin lemah lagi, kala keberadaan kasus sengketa tanah, malah dibawa ke ranah politis. Orang dengan cepat apatis, bahwa Rocky Gerung salah. Jika benar, perlihatkan saja surat menyurat itu, misalnya belum sertifikat sekalipun. Selesai. Ini tidak.

Toh masih banyak penyerobotan lahan, hal yang sejatinya biasa, menjadi luar biasa karena adanya orang-orang politik di sana. Ada kesempatan mendapatkan panggung untuk mendeskreditkan pemerintah. Basi.

Ingat, kisah Ratna Sarumpaet.  Bagaimana drama mengerikan di masa politik yang memanas itu ternyata seperti kaset kusut, diulang-ulang terus. Hampir selalu demikian, ketika barisan sok oposan tersandung skandal hukum menuding itu rekayasa pemerintah.

Perlu tindakan hukum, bahwa pelaku hoax, fitnah, atau menuduh tidak terbukti harus bertanggung jawab, jangan didiamkan saja, apalagi memiliki tekanan massa. Kebiasaan buruk, jangan sampai negara ini dicap sebagai bangsa yang tidak memiliki tanggung jawab.

Demokrasi itu sikap tanggung jawab, ksatria, dan berani mengakui kesalahan, bukan malah sebaliknya. Jadi aneh dan ngeri,  mengaku demokratis, namun perilakunya masih barbar.

Hanya penghuni gurun dan belantara yang mengandalkan kekuatan otot dan mengarahkan massa untuk membenarkan perilaku bejatnya.  Entah sampai kapan bangsa ini memiliki sikap bertanggung jawab atas perbuatannya.

Miris, apalagi malah elit yang bersikap munafik seperti itu. Begitu banyak cerminan buruk yang melenggang setiap hari seolah orang baik dan benar, sejatinya busuk akut.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun