Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kebocoran Data, Vaksin, Jokowi, antara Tabiat dan Politis

3 September 2021   20:16 Diperbarui: 3 September 2021   20:17 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini riuh rendah mengenai kebocoran data. Berita yang sama berulang dengan konteks yang berbeda. Kali ini mengenai aplikasi Pedulilindungi, berkaitan dengan sertifikat vaksinasi covid 19. Lebih ribut lagi, kala korbannya adalah Presiden Jokowi.

Isu dan fakta kebocoran data sejatinya bukan barang baru. Perlu disegarkan ingatan, bagaimana Denny Siregar yang data pribadinya disebarkan oleh oknum pegawai sebuah operator besar, plat merah lagi. Ini fakta yang terjadi.

Dunia digital, susah mengatakan data sangat aman dan personal, mengapa?  Setiap aktivitas kita di dunia maya, internet, suka atau tidak, rela atau berat hati kita sudah memberikan akses data pribadi kita pada pihak ketiga, dan seterusnya. Salah satu kita aktif, atau baru mendaftar di Kompasiana saja kan perlu scan KTP.

Hal yang wajar, lumrah, dan sangat biasa sih sebenarnya. Masalah adalah pada kebiasaan, bahkan tabiat bangsa ini yang tidak bisa dipercaya. Salah satunya jelas yang terjadi pada Dennny Siregar waktu itu. Pegawai yang memiliki akses data ternyata tidak memegang kepercayaan dan sumpah dia sebagai pegawai. Lepas dari ideologi dan juga afiliasi politik. Ini soal tabiat yang memang buruk, lemah, dan jelek.

Tentu saja ini salah satu aspek bagaimana orang tidak bisa dipercaya. Jual beli data yang sepele, seperti nomer telpon oleh para pelaku jasa penjualan itu seolah wajar. Padahal tidak. Lihat saja, bagaimana bisa tiba-tiba ada orang menawarkan asuransi, pinjaman, dan sebagainya. Salah satunya adalah penjualan data oleh para tenaga pemasaran.

Lagi-lagi sikap tidak bertanggung jawab, tidak bisa memegang kepercayaan, dan tidak bisa dipercaya pada akhirnya. Hampir semua lini kehidupan.

Sejatinya sama juga dengan kejujuran. Begitu heboh bangsa ini ketika ada satpam, pegawai, atau siapa saja menemukan uang dalam jumlah besar dan mengembalikan. Ini seharusnya bukan prestasi, tapi sebuah keharusan, sebuah kebiasaan, habit, yang bukan haknya ya dikembalikan. Negara-negara maju tidak akan mau mengambil apa yang bukan haknya.

Lha di sini, maling berdasi saja bejibun. Tahu mereka itu bukan haknya, diembat juga. Apalagi hanya soal  data. Akademisi, doktor, guru besar, dan yang lebih rendah sangat biasa melakukan  plagiasi. Artinya memang sudah bawaan tabiat buruk ini di semua lini kehidupan.

Sertifikat Vaksin dan keriuhannya.

Sejak vaksin bisa sukses, banyak pihak mengembuskan narasi-narasi negatif. Mulai dari pencetakan yang menyebarkan data pribadi. Apa sudah amnesia semua, bagaimana pas persyaratan photo copu KTP untuk pinjam ini dan itu, syarat apapun ada copy KTP dan bahkan KK. Jauh lebih banyak data pribadi dalam  penggandaan kartu itu dari pada mencetak sertifikat vaksin. Agak-agak lebay, bau-bau politis.

Ketika aksi vaksinasi yang mau digagalkan dengan agama, kesehatan, dan sebagainya ternyata mentah, berubahlah aksi lanjutan. Membuat keruh suasana. Eh masih saja lancar dan tidak takut. Animo untuk menerima vaksin tak terbendung, selalu habis dan habis. Permintaan makin tinggi.

Nah, oposan dan barisan sakit hati kehilangan momentum dong, kalau diam saja. Isu bocor data ini diembuskan. Apa coba urgensinya?  Hanya mau ngisruh.

Saat bersamaan, sedang ramai mengenai penarikan dana utangan dan kemplangan dari masa lalu. Menyangkut keturunan  orang terkuat pula. Juru tagih  kasus BLBI sedang gencar-gencarnya menagih dan menyita. Sangat mungkin mereka enggan membayar dan membuat keadaan gaduh. Pengalihan isu.

Menguat lagi soal Jokowi tiga periode. Demokrat dan PKS yang meributkan ini. Sejalan dengan agenda dua partai ini yang tidak ada habis-habisnya. Ganti presiden, Jokowi turun kan selalu mereka dengungkan. Hal yang mengherankan adalah pas pemilu mereka tidak berdaya. Sekadar ketua tim jur kampanye saja tidak mampu, apalagi kandidat RI-1 atau RI-2.

Mural lapar yang diributkan terus. Kader  partai itu lagi yang mengatakan soal lapar juga. Makin memberikan bukti siapa di balik ini semua.

Hutang negara. Lagi-lagi orang-orang oposan, kelompok yang kontra dengan pemerintah, barisan sakit hati. Penjelasan gamblang, panjang lebar juga tidak bermanfaat, karena memang maksudnya untuk memojokkan pemerintah. Ujungnya adalah pemerintah gagal dan ganti.

Belajar dari ini semua, apa yang layak dicermati dan dipetik sih?

Sikap bertanggung jawab, jujuh, bisa dipercaya sangat rendah. Karena memang bukan haknya ya jangan diambil. Ini masalah mendasar. Sekolah menyogok untuk masuk, menyontek biasa, kelulusan dengan adanya bocoran soal, sejak dini, pola tidak jujur dan sportif sudah ditanamkan.

Lihat penjualan data ala marketing, pembagian data pribadi Denny Siregar, juga data BPJS waktu lampau yang ramai mejadi bahan perdebatan.

Penegakan hukum yang masih tidak serius. Tidak semata pada kebocoran data, semua masalah hukum, terutama maling berdasi sangat lemah. Efek jera tidak ada.

Kerja keras memang memperbaiki tabiat bahkan mendekati menjadi budaya. Lihat saja maling berdasi itu mana pada menyesal? Malah pringas-pringis dan ngeles ke sana ke mari.

Mendesak pengesahan UU Perlindunga Data Pribadi. Masalahnya adalah politis,  di mana ada pihak yang tidak suka. Takut makin kelihatan bebal dan lamban.

Harapan tidak boleh pupus, tetap dijaga bahwa keadaan akan mennjadi lebih baik. Perlu keberanian mengakui adanya kesalahan dan diperbaiki, bukan saling lempar tanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun