Beberapa waktu terakhir, media sosial dan juga media disibukkan dengan pembicaraan Youtuber Muhamad Kace yang diduga menistakan agama. Hari ini kepolisian menangkap yang bersangkutan di Bali.
Kembali warganet riuh rendah, kalau ini ditangkap, kalau yang itu...itu...itu...dan itu mengapa tidak pernah ditangkap dan diusut oleh pihak kepolisian. Tanpa penyebuta namapun publik akan tahu dengan mudah dan paham siapa yang dimaksud dan mengapa mereka diminta untuk perlakuan yang sama pada Muhamad Kace.
Mengapa seolah ada tebang pilih dengan perbuatan yang identik?
Pembiaran. Selama ini sudah ada pembiaran model demikian. Jadi, ketika ada penegakan hukum dengan menyasar pihak mereka akan menjadi bahan gorengan yang luar biasa. Ini sebuah rekayasa untuk menciptakan keadaan yang mereka kehendaki. Bagus kepolisian tidak terjebak dengan permainan ini.
Politis. Agama dan hukum terbelenggu kepentingan politik. Suka atau enggak, susah. Mau tidak mau, ya ikuti kehendak politik. Ini memang fakta yang terjadi karena poin yang pertama di atas, pembiaran. Kelompok-kelompok yang memang menciptakan ketidaknyamanan, ketidakmapanan itu memang ada.
Efek domino. Ada pihak-pihak yang memang menyeponsori orang-orang tertentu untuk berbuat onar. Pemicu rusuh paling murang dan meriah, ya apalagi kalau bukan agama. Di sinilah produk pengulangan yang sangat kuno namun masih sangat efektif.
Mereka-mereka ini sudah menunggu, mengintai, dan waspada untuk menarasikan antiagama, antiini dan itu ketika pion mereka ditangkap dan dipidanakan. Kehati-hatian dan kesabaran ekstra aparat memang berbeda dengan netizen.
Hukum. Penegakan hukum yang lemah karena poin-poin di atas. Pembiaran, politik, dan juga memang ada dalangnya. Nah, hukum menjadi ikut arus yang kuat karena takut stikma, labeling, dan tudingan antiagama.
Kapolri sejak dilantik telah menekankan justice restorative, di mana pemidanaan tidak menjadi prioritas. Memberikan peluang dan kesempatan untuk penyelesaian yang tidak perlu sampai peradilan. Perdamaian dan penyelesaian dengan kekeluargaan.
Penegakan hukum akan sangat keras, tanpa kompromi, ketika itu mengancam persatuan dan kesatuan. NKRI menjadi acuan dan tafsir atas perilaku ini.
Tidak ada yang salah dengan pilihan ini. Masalahnya adalah, bagaimana mendidik anak bangsa ini konsekuen. Berani berbuat ya berani bertanggung jawab. Mau nangka yang kudu kotor oleh pulutnya.