Pinjol, Johnny Plate, dan Melek Digital Kita
Bertahun lalu, kaget dan terkesiap, menerima SMS dengan huruf kapital semua dengan isi yang sangat kasar. Saya terkenal tukang misuh, tetapi membaca seperti itu masih kaget. Lengkap, A, B, dan diakhiri teman Anda maling uang perusahaan.
Pertama kali menerima demikian, berpikir benar rekan yang meminjam dari pinjaman online menggunakan nomor saya sebagai penjamin. Ternyata lama kelamaan ada yang mengatakan jika platform itu mencuri data dari phonebook, alat komunikasi kita.
Sepanjang nomor kontak kita ada pada si peminjam, fintech konon bisa membaca siapa saja, dan mereka ini dikirimi dengan cara penagihan yang sangat bar-bar. Selain sisi etis yang terabaikan, mereka nyolong data, dan merasa super power dengan gaya preman di dalam mengembalikan kepunyaan mereka.
Lama kelamaan, banyak beredar pembicaraan dan pemberitaan, kalau pinjaman online banyak menimbulkan kasus, selain cara menagih yang bar-bar. Apalagi tidak pada pihak yang bersangkutan. Bayangkan jika itu ibuka oleh anak-anak, atau pasangan di dalam keluarga yang tidak tahu apa-apa, bisa jadi perang dunia.
Uangnya ke mana, pinjam gak omong-omong, untuk hidupin selingkuhan ya? Â Hal-hal demikian sangat mungkin terjadi. Â Pihak penagih sih mana peduli dan mau tahu. Pokoknya, tujuan mereka tercapai dan selesai. Mau dianggap teror, tidak etis, mana menjadi pertimbangan mereka.
Beberap hal yang layak dicermati,
Mereka konon menerapkan bunga yang tidak masuk akal. Pinjaman belum masuk rekening sudah dipotong terlebih dahulu. Dengan demikian, jumlah pinjaman dan apa yang dbutuhkan harus jauh lebih gede. Jebakan hutang yang tidak seharusnya terjadi. Perlunya Rp.3.000.000, 00, agar pas berarti minimal pinjamnya 3.5 karena sudah dipotong terlebih dahulu.
Sistem bunga mereka bunga berbungan, seperti rentenir. Pantas saja ketika hanya pinjam kecil, kisaran jutaan, tiba-tiba menjadi belasan juta dan bahkan puluhan hingga ratusan juta. Ini sangat tidak masuk akal.
Itu sistem utang piutang yang menjadi masalah. Â Lainnya adalah pencurian data dari orang yang tidak bersangkut paut dengan mereka. Ini bahaya, karena sama sekali tidak kita ketahui dan setujui, namun mereka seenaknya saja mengirim pesan dengan bahasa yang tidak patut.
Selain nyolong data, cara mereka berkomunikasi juga sangat buruk. Preman jalanan, bukan penyedia jasa yang bermartabat dan berpendidikan.
Kominfo, Menteri Johnny Plate menyikapi keprihatinan ini dengan dua pendekatan. Pas dan tepat memang, mengawasi dengan ketat lembaga pemberi pinjaman, namun juga sekaligus mendidik warga masyarakat untuk melek literasi digital. Dua sisi yang memang selama ini sangat lemah.
Lembaga peminjaman yang sangat subur karena menjawab kebutuhan pinjaman dari masyarakat yang sangat besar. Akses pinjam ke bank atau koperasi tidak sesederhana yang ditawarkan pinjol. Ini yang dibidik oleh spekulan dan para pemain yang mendirikan lembaga pinjaman.
Johnny Plate bersama jajaran bekerja sama dengan OJK dan juga kepolisian telah berbuat untuk melindungi masyarakat. Pelaporan peminjaman ilegal dibuka dengan relatif mudah, sebagai jawaban atas keresahan masyarakat. Pada posisi lain, mereka juga merilis mana saja lembaga-lembaga pinjaman online yang resmi.
Literasi digital bagi warga masyarakat juga tidak kalah penting menurut Johnny Plate. OJK memberikan rambu-rambu bahwa jika ada fintech menawarkan pinjaman melalui SMA atau WA bisa dipastikan itu adalah ilegal dan perlu melakukan pengecekan di situs OJK. Â Upaya dari kedua sisi untuk benar-benar memberikan jaminan bagi ketenangan masyarakat di dalam bertransaksi.
Penutupan dan penghentian akses bagi lembaga ilegal sudah sangat gencar dilakukan. Toh pelaporann terkena jerat pinjaman online masih sangat masif. Tanpa adanya kesadaran dan melek teknologi,  warga sangat mudah tergiur. Syarat yang relatif mudah, tanpa survey, tidak perlu jaminan, hanya bermodal no ponsel, dan rekening, serta photo copy KTP semua  lancar dan uang masuk rekening.
Bandingkan dengan pinjaman di bank konvensional. Jaminan harus jelas, ada survey yang belum tentu dengan segera bisa terealisasi, padahal kebutuhan mendesak. Tawaran menggiurkan dengan bunga yang sangat rendah, tanpa ribet, di depan mata, tentu sangat menggoda.
Kesadaran dan orang berpikir panjang, kritis, serta mau susah di depan akan mengurangi potensi kesulitan. Benar kata Johnny Plate dan OJK di mana masyarakat perlu melakukan cek dan ricek, membuka tautan  sebagai berikut bit.ly/daftarfintechlendingOJK. Atau SMS-WA, kontak OJK 157 @kontak157 melalui telepon 157, WhatsApp 081 157 157 157, atau emailkonsumen@ojk.go.id.
Pihak Menkominfo, dalam hal ini Johnny Plate menyatakan, "Gerakan Nasional Literasi Digital melalui Siberkreasi Kementerian Kominfo di 514 kabupaten dan kota. Kegiatan literasi digital yang menargetkan sejumlah 12,48 juta peserta per tahun. Tahun ini dimulai 2021 dan dilakukan tiap tahunnya dengan harapan saat akhir Kabinet ini total 50 juta peserta di tahun 2024," paparnya.
Â
Menurut Menkominfo literasi digital dilakukan dengan mengunakan empat kurikulum atau pilar literasi digital, yakni cakap bermedia digital, budaya bermedia digital, etika bermedia digital, dan aman bermedia digital.
Kolaborasi jajaran terkait ini membawa harapan bahwa makin banyak warga melek digital. Penipuan lebih mudah teratasi, dan tidak ada lagi warga yang tertipu karena pemahaman media digital yang rendah.
Terima kasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H