Putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat menolak tuntutan kubu AHY, agar pihak pelaksana KLB tidak menggunakan atribut Partai Demokrat. Ini seolah hanya olok-olok saja, ketika kubu AHY sudah merasa di atas angin dengan keberadaan mereka selama ini. Tuntutan yang sebenarnya sia-sia.
Usai penolakan pihak kementrian atas kepengurusan kubu KLB, toh tidak ada tindak lanjut yang serius dari Marzuki Ali apalagi Moeldoko. Ini sih seolah pihak AHY malah minta publik kembali ingat kondisi mereka tidak baik-baik saja.
Permohonan untuk melarang penggunaan atribut bagi kedua belas orang ini sih terlalu berlebihan. Malah menjadi sumber bencana dan bumerang. Seperti ini, publik sudah lupa, eh malah menjadi teringat karena ada keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memang baru menyelesaikan seluruh rangkaian upaya legal yang semestinya.
Penolakan dari KemenkumHAM itu sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk pihak AHY bisa menjalankan roda partainya. Masih banyak lobang, compang-campingnya yang sudah dinyatakan pihak atau kubu Marzuki Alii dan kawan-kawan yang tidak ditindaklanjuti. Ini artinya apa? Â Tidak ada yang serius untuk mengambil alih keberadaan Demokrat.
Mana gembar-gembor mau menuntut SBY yang mengaku pendiri dan mendepak para pendiri lain. Hanya gertakan dan tidak ada tindaklanjut. Padahal sangat mungkin ini menguras energi AHY dan SBY untuk menangkis serangan itu. Bukti-bukti dan saksi sangat jelas.
Atau keberadaan AHY yang menjadi ketum dengan segala catatan yang sangat tidak mudah untuk diselesaikan, bahwa itu benar-benar legal, bukan hanya karena keberadaan SBY yang "menyerahkan" kekuasaan. Lagi-lagi fakta jelas kog.
Catatan lain, bagaimana keberadaan AHY, SBY, dan EBY dalam struktur organisasi itu. Ini sangat rentan untuk dipersoalkan kubu lain, apalagi para pendiri yang merasa termarjinalkan. Ini sebuah titik lemah yang sangat krusial, dari pada malah menyerang terlebih dahulu seperti ini.
Angka popularitas dan juga potensi keterpilihan AHY masih jauh dari harapan. Pun Demokrat, ini sangat mungkin membuat para bekas kader dan atau kader merasa kecewa dan bergabung pada kubu Marzuki Ali dan kawan-kawan untuk kembali melakukan "kudeta" dan dipersiapkan dengan sungguh-sungguh.
"Kampanye" yang dilakukan selama ini juga cenderung kontraproduktif. Menyerang personal Jokowi dengan cara bak babi buta. Padahal jelas sama sekali tidak menguntungkan. Pengulangan yang itu-itu saja.
Menyoal keberadaan pemerintah yang malah menampar muka sendiri karena kembali diingatkan bahwa masa lalu banyak masalah dan kegagalan yang lebih telak. Ini dilakukan hampir seluruh elit, AHY, SBY, Ibas, Andi Arif, Andi Malarangeng, atau Rachland Nashidiq. Mereka berkolaborasi malah menelanjangi mereka sendiri.
Suka atau tidak, apa yang mereka tampilkan malah  menjadi bumerang dan menguliti keberadaan Demokrat di waktu lampau.