Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kekerasan pada Pemilik Anjing dan Diskriminasi Anjing

28 Juli 2021   18:27 Diperbarui: 28 Juli 2021   18:30 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anjing. Sumber: Kompas

Kekerasan pada Pemilik Anjing dan Diskriminasi Anjing

Sebetulnya sudah cukup lama mau menulis ini, tertunda-tunda karena banyak alasan. Setiap pagi dan sore, kebon belakang itu selalu disapu karena banyak daun kering. Namanya hidup bersama, tetangga itu memiliki banyak ayam.

Nah, usai sampah dikumpulkan, selalu saja ayam-ayam itu menyerakannya lagi. Paling menjengkelkan kalau sudah sore. Pintu-pintu tertutup, mereka itu balik lagi dan apa yang sudah tersapu jadi berantakan lagi, aliasa tidak berguna.

Apa yang membuat jengkel itu, kala kakak menjadi korban PHK karena dia juga ternak anjing untuk diperjualbelikan, sempat hendak didemo. Padahal hanya dipekarangan sendiri, hanya kadang gongonggan memang siapa bisa mengatur anjing. Bandingkan dengan ayam yang membuat tanaman berantakan, selain menyerakkan sampah.

Hal ini, kembali teringat, ketika burayak koi saya disortir orang malam-malam. Bayangan dan respon kerabat, pelihara anjing. Ha..ha...ha...demo akan terjadi. Padahal pekarangan kami sangat cukup tanpa perlu mengganggu tetangga seperti si ayam. Apa salah anjing bukan?

Era sebelum 90 kami sempat punya anjing. Ia biasa main di kebun, kalau pas melepaskan diri. Ia itu lari ke kebun Pak Kyai almarhum. Beliau tidak ngamuk, malah menyuruh pulang karena beliau masih kerabat, sebagaimana beliau sendiri katakan. Lihat, betapa jauhnya dengan era kini bukan?

Ingatan itu kembali memantik untuk menuliskan artikel ini, ketika sore ini melihat pada lini massa media sosial ada seorang pemilik anjing "dibunuh" tetangganya, gara-gara si anjing berak di jalan. Versi si pembawa anjing, ingat ini perlu kejernihan pikir agar tidak menjadi ribet, si anak mengaku sudah membersihkan kotoran si anjing dan membuangnya.

Si pelaku mengguyur jalan itu dan si anak pulang. Melapor pada bapaknya dan korban datang untuk menanyakan kejadian itu. Balasan adalah pukulan padahal sudah dilerai oleh saksi mata yang ada di sana. Pemukulan yang menyebabkan korban manusia. Hanya karena kotoran anjing membuat nyawa manusia melayang.

Apa sih salahnya ada anjing? Benar itu najis bagi agama tertentu. Aturan warga juga jelas kog. Sudah dibersihkan, lha memangnya paham dan yakin jalanan itu tidak ada najis dari sumber yang lain? Miris melihat perilaku beragama dan meyakini sesuatu dengan sangat sempit.

Heran ketika bantuan dari uang maling, korupsi itu juga maling hanya diperhalus, sehingga orang malah tidak punya malu untukkorupsi, beda dengan maling ayam dan maling jemuran. 

Uang hasil maling itu tidak kalah najis dan haramnya dengan kotoran dan liur anjing. Toh tidak pernah terdengar maling anggaran dihajar dan mati di jalanan.

Anjing menggongong apakah lebih mengganggu dari ayam yang setiap saat notholi tanaman dan memporakporandakan kebon?  Ini sih hanya tanya orang yang kecewa atas diskriminasi yang tidak berdasar atas sikap umum orang.  Kecuali si anjing menggigiti anak atau orang di rumah mereka, ini anjing kurang ajar.

Anjing menjaga rumah, bisa malah menjadi bahan demo, kala ada kemalingan paling juga mereka malah hanya nonton tanpa membantu. Tanpa ada tindakan apapun.

Saya bukan pecinta anjing dan tidak juga pengin punya anjing, tetapi kasihan anjing karena perilaku banyak orang yang aneh. Jika memang anjing tidak perlu, mengapa Tuhan menciptakan? Ingat, ini tidak bicara agama, apalagi negara ini Pancasila dan mengaku demokrasi.

Toh anjing saja termarjinalkan, terdiskriminasi, jadi ya jangan heran kalau masih jalan di tempat. Pola pikir yang aneh dan lucu, terutama egoisme, jangan menyentuh kami, tapi sukanya merusuhi pihak lain. Tanpa omong agama, jadi kalau ada yang ribut agama, pekok.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun