Politik oposan babi susah untuk bisa setia, wong narasinya asal pemerintah gagal. Babi di sini bukan umpatan lho ya, namun menggunakan babi sebagai bahan untuk menggempur presiden. Hanya karena pidato dan dianggap promosi babi. Lha salahnya di mana promosi babi? Â Ini soal kemampuan oposan yang tidak mau kerja keras, mauanya menang.
PPKM kog ada yang demo. Isinya demo itu yang jauh lebih penting. Apalagi kemudian datang pernyataan melalui #jangantunggu24. Siapa yang mengembuskan dan mendengungkan, ya itu-itu lagi.
Menarik adalah, mereka-mereka ini  pas pemilu tidak dapat berbuat banyak. Entah suaranya kecil, atau tidak punya daya jual pada rekan koalisi mereka. Nah, menjadi lucu, atau naif, ketika tengah-tengah periode minta ganti pemimpin.
Pandemi ini bukan salah atau prestasi Jokowi semata. Ini perlu tanggung jawab seluruh anak bangsa ini, dari presiden sampai rakyat jelata di gunung atau di laut. Tidak ada kecuali, harus taat pada ketetapan yang sudah diputuskan. Ini bukan soal Jokowi, namun soal kesehatan dan ujungnya adalah mengenai keselamatan. Jangan egois dan berpikir demi diri sendiri. Namun lebih jauh ini adalah demi hidup bersama, bukan semata negara, ini global.
Kolaborasi, bersama-sama saling membantu dan meringankan. Rakyat sangat mungkin sudah bisa berbuat demikian. Namun, Â elit sama sekali belum terengar. Padahal ketika ada bencana alam atau apapun itu dengan sigap turun ke jalan, perempatan jalan-jalan, bahkan untuk Palestina yang jauh di sana.
Pandemi ini banyak membuat orang sangat terpuruk. Mau fisik, ataupun psikis. Toh tidak pernah terdengar, mereka-mereka ini membuka layanan untuk membantu meringankan beban. Mereka malah asyik bagaimana bisa mendapatkan kursi empuk dengan mudah.
Oposan dengan menyasar terus menerus orang kuat, ala main media sosial, dan artis setingan, pura-pura bertikai, ini sebenarnya kontraproduktif. Fokusnya hanya pada pihak yang dinilai rival. Padahal dengan brbuat baik, sangat mungkin publik itu menjadi terkesan.
Politik merusak rumah tetangga agar gedungnya terlihat paling baik ternyata masih saja menjadi andalan bagi banyak pihak. Padahal hal yang sudah saatnya ditinggalkan. Benar dan setuju Menko Luhut yang mengatakan, mbok kompak demi menghadapi pandemi, setelah itu silakan mau anu lagi.
Bagaimana mau selesai, ketika segala daya upaya selalu dijegal dengan sangat sepele. Membalik saja apa yang diprogramkan pemerintah. Bubarlah, karena warga juga suka bebas, nah, ada yang ngompor-ngomporin pula.
Masih yakin bersama Jokowi, karena rekam jejaknya selama satu periode lebih sudah terlihat manfaatnya. Pun hampir menghadapi dua tahun pandemi dengan sangat tenang. Ini hal yang tidak mudah.
Mau mengganti saat ini sangat riskan. Ini jangan menjadi pembenar dan kebiasaan untuk gonta-ganti presiden di tengah jalan. Nanti menjadi kebiasaan. Apalagi di tengah krisis seperti ini. Siapa sih yang sudah pengalaman? Sama sekali tidak ada.