Pelaporan Pimpinan KPK ke Dewas, Tiji Tibeh, Harapan dan Kenyataan
Salah satu pimpinan KPK dilaporkan kepada dewas. Hal yang sama juga pernah dialami oleh ketua, Firli. Pelapornya sama, para mantan pegawai yang tidak lolos TWK. Cukup menarik, melihat dan mencrmati perilaku mereka ini.
Dulu, getol menolak dewan pengawas dengan dalih lagi dan lagi, pelemahan. Kini, dikit-dikit lapor dewas. Â Ini soal konsistensi saja.
Pelaporan, dengan bukti yang benar, valid, dapat dipertanggungjawabkan, bisa diuji dengan bukti dan saksi, bagus. Jika demikian akan menjadi harapan. Mengapa?
Tiji tibeh, satu jatuh, jatuh semua. Hal yang bagus. Kondisi bangsa ini sudah kronis urusan permalingan. Siapa maling, siapa penegak hukum beneran, atau penegak hukum nyambi maling tidak lagi jelas. Siapa yang benar-benar mengabdi bagi bangsa dan negara, atau hanya tampilan di depan layar kaca, semua serba sumir.
Nah, dengan menggigit pihak-pihak lain ada harapan untuk perbaikan. Sikat saja, jika perlu semuanya, tanpa pandang bulu. Mau pejabat atau rakyat, KPK atau penegak hukum, ya hukum kalau salah. Jangan hanya narasi, wacana, dan demi mendapatkan keuntungan dan perlindungan atas perilaku sama buruknya.
Saling memegang kartu ini penyakit bangsa yang perlu disembuhkan. Mereka saling ikat, jegal, dan menyandera. Nah, jika mau sama-sama baik, berubah, dan perbaikan negeri ini, ya buka-bukaan. Sangat mungkin adanya pemutihan, rekonsiliasi nasional, untuk berubah bersama.
Selama ini yang ada adalah, hanya teriakan kemudian sunyi sepi seolah tidak ada apa-apa. Padahal itu menjadi bara di tengah sekam. Kecenderungan ini makin menguat dari waktu ke waktu. Sayang, bangsa sebesar ini, sekaya ini, menjadi terpuruk karena pengelolaan saling jerat dengan kasus demi kasus.
Menutup-nutupi kesalahan sendiri dengan mengorek kesalahan orang lain, tanpa menyelesaikannya. Semua menjadi saling sandera semata. Alangkah elok dan indahnya, jika saling melaporkan itu dengan motivasi perbaikan demi negara dan bangsa. Impian mungkin ya?
Kebiasaan hidup bersama kita tuh, gampang membuang sampah di sebelah, demi tempat sendiri terlihat bersih. Silakan cek dan lihat tabiat kita sehari-hari kalau menyapu halaman misalnya. Membuang sampah wer begitu saja, orang lain yang terdampak mana duli.
Penolakan sutet di mana-mana, atau TPA, tapi kalau jalan tol minta di tanah mereka. Ini kan egoisme bersama-sama. Jangan senggol aku, tapi kamu aku bacok boleh. Â Penistaan agama pun model yang sama.