Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Inul Daratista Menyusul Nikita Mirzani

26 Mei 2021   11:33 Diperbarui: 26 Mei 2021   12:00 1448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usai Nikita Mirzani, Kini Inul Bersikap

Kadang, orang atau pribadi yang bukan siapa-siapa, dianggap sebelah mata, namun malah memberikan pembeda. Tanpa merendahkan dan mau menilai buruk, toh Nikita Mirzani dan Inul Daratista, bukan artis yang banyak dilu-elukan kaum elit dan bahkan sering keluar pemberitaan dengan nada minir.

Mereka bukan wakil dari artis kelas wahid dalam materi sebagaimana Rafi, Nagita, atau Nia Bakrie, yang biasa dikupas soal gaya hidup kelas atasnya. Mengupas salak tidak bisa, atau lagi beli ini dan itu.

Tidak pula dari kalangan artis politikus, sebagaimana Desy Ratnasari, atau Marisa Haque. Atau yang biasa bermain politik sebagaimana Adi MS, Iwan Fals, atau Slank. Mereka berdua, juga tidak termasuk artis yang religiusnya menonjol sebagaimana Arie Untung atau Neno Warisman. Keberadaan mereka sebagai artis biasa.

Nikita vs Rizieq

Hal yang tidak disangka-sangka, ketika Nikita mengatakan tukang obat, reaksi Rizieq dan kawan-kawan begitu luar biasa. Kata-kata paling kasar pun terlontar begitu saja seperti anakan nilai dari mulut induknya.  Itu semua menjadi pengantara Rizieq masuk bui dengan kelu.

Hujatan yang lahir karena hal yang paling esensial mau ditutupi Rizieq dan tim, malah dikuak, oleh orang yang bukan siapa-siapa bagi mereka. Wajar mereka meradang dengan sangat, karena merasa sangat terhina.

Perlawanannya pada sosok Fadli Zon juga cukup menarik, tantangannya yang tidak akan ditanggapi oleh Fadli, yang jelas tidak akan menganggap ada Nikita Mirzani. Menjawab dan kalah malah menambah malu, menang juga Zon akan dicibir. Cukup heboh dan Fadli ada pada posisi kalah, diam saja tanpa bereaksi.

Kini, Neno Warisman, mengajak boikot mini market atas nama solidaritas. Ironisnya, di Israel sana, mereka sudah gencatan senjata. Tentu bukan ini fokus tulisan ini, namun aksi Neno yang dijawab oleh Inul jauh lebih menarik untuk dibahas.

Inul naiknya di blantikan selebritas negeri ini dihiasi dengan deraian air mata. Ada pihak-pihak mapan yang entah takut kesaing atau apa, menyematkan label moral dalam konteks seni. Lihat saja awal 2000-an. Hal yang identik dengan Nikita, bukan siapa-siapa.

Jawabannya cukup telak, boikot, lha yang memberi makan dan menanggung hidup karyawan yang hidup dari mini market itu siapa? Jawaban atau reaksi sederhana namun sangat mendasar. Cukup membuat Neno tidak akan bisa menjawab jika ia menggunakan nurani. Lain, jika pola pendekatannya nanti soal surga. Kan ada Tuhan, malah mlekotho Tuhan.

Apa yang ditampilkan Nikita dan Inul ini penting. Mengapa?

Pertama, mereka dianggap sebelah mata oleh pihak-pihak yang merasa diri paling itu. Jadi mereka tidak punya beban, kan sudah biasa direndahkan. Malah bebas, merdeka, pihak seberang yang ada pada posisi merasa di atas jatuh terhempas karena terhina amat sangat.

Kedua, ini bagus, bahwa susah jika itu yang bicara elit politik. Bayangkan jika Puan Maharani atau Rieke Diah Pitaloka yang menghardik Neno atau Rizieq, apa yang akan terjadi? Dampaknya justu malah memburuk bukan membaik. Bisa-bisa demo berjilid-jilid akan lahir dan menjadi pekerjaan berat bagi pemerintah.

Ketiga, kadang kebuntuan politik itu jalannya malah tidak terduga-duga dan terencana. Mereka yang tidak masuk hitungan malah sangat mungkin menjadi pendobrak yang lebih berhasil dan berdaya guna.

Keempat, Neno akan menjawab Inul pasti gengsi. Kelompok mereka kan menempatkan diri pada posisi paling. Tidak level untuk menjawab atau merespons atas reaksi dari Inul yang mereka tempatkan pada kedudukan yang tidak setara.

Berbeda jika yang merespons atau menanggapi itu Megawati atau Iriana Jokowi. Haduh bisa seperti apa keadaan. Padahal sangat mungkin kata atau konteksnya sama, membela pekerja dan siapa yang akan menghidupi karyawan dan jaringan mereka. Walaupun lebih halus, jangan harap akan mendapatkan tanggapan yang sama.

Bisa-bisa meradang dan melahirkan cap-cap yang mengerikan. Hal yang malah bisa sangat kontraproduksi.

Kelima, keberadaan media sosial sangat membantu. Tanpa lama, siapa saja bisa merespons, memberikan tanggapan, dan sangat mungkin itu malah meleber ke mana-mana dan menjadi bak bola salju yang bisa menyambar apa saja yang ada di depannya.

Kadang, angin sepoi-sepoi malah yang membuat terlena. Angin ribut menjadikan waspada dan menyikapi dengan sungguh-sungguh. Siapa sangat Rizieq yang demikian digdaya langsung selesai karena pernyataan Nikita Mirzani yang pastinya bukan siapa-siapa di depan Rizieq dan kawan-kawan.

Apa yang terjadi? Ternyata awal kedatangannya ke dalam bui, yang sekian tahun sudah berhasil ia lalui dengan baik-baik saja.

Neno, selalu saja di atas angin dengan memanfaatkan sentimen-sentimen yang bernuansa sektarian. Respon tak terduga yang hadir dari Inul yang selama ini mana pernah ia bermain pada ranah politik.

Pembelaannya akan kemanusiaan yang membuat simpati menjadi pendukung di belakangnya. Makin banyak hadir energi-energi positif, yang dibawa oleh pihak yang tidak rentan dipolitisasi. Makin memberikan harapan untuk bangsa ini kembali pad jati dirinya. Kemanusiaan di atas kepentingan sektarian.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun