Palestina Belajarlah pada Kebangkitan Nasional Indonesia
Palestina sedang menjadi pembicaraan panas. Tarik ulur kepentingan menjadikan Palestina dan Israel sangat seksi. Lahirlah istilah Zionis Nusantara segala. Konflik tanah dan politis di Timur Tengah, namun di sini jadi heboh.
Ada anak sekolah yang dipecat, ada yang dibui, eh sama-sama menyoal Palestina. Berbeda yang menyalahkan Israel aman-aman saja. Apalagi menghina Presiden RI, asal mereka ini tokoh agama dan politik, pasti aman.
Toh ini Hari Kebangkitan Nasional, banyak gagasan bagus, contohnya Yogya dengan Gubernur Sri Sultan Hamengkubowono X yang menginstruksikan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, diikuti Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, itu adalah upaya, gagasan, dan ide untuk mengembalikan semangat nasionalisme.
Budi Utomo 113 tahun lalu, menjadi tonggak adanya gerakan kesatuan, adanya upaya menggalang persatuan sebagai sebuah bangsa. Suku, bahasa, dan pandangan politik, agama yang ada, malah menjadi sarana bagi Belanda untuk selalu diembuskan untuk saling ribut, abai untuk menyoal keberadaan Belanda.
Pemerintah penjajah tahu persis kondisi ini. Bagaimana orang atau elit bangsa ini banyak yang memiliki pemikiran feodal. Gila harta, jabatan, dan kedudukan. Mereka mudah dijadikan bahan untuk saling berselisih. Hari-hari ini kembali muncul dinamika itu.
Ketika ada kepemimpinan yang bisa menjadi pemersatu, harapan untuk bisa merdeka itu semakin jelas dan terlihat. Nah, hal yang terjadi di Palestina itu justru kebalikannya.
Bagaimana mereka saling bersitegang, sama dengan Praindonesia. Ketika saling bersaing bukan bersinergi untuk mencapai tujuan. Hal yang wajar karena kesadaran untuk berkuasa masih lebih dominan dari pada kesadaran berjuang sebagai sebuah bangsa.
Hal yang sangat mudah dijadikan sebagai sarana bagi pihak lain untuk mendompleng mendapatkan keuntungan. Lihat saja siapa-siapa yang bermain di belakang Palestina dan rivalnya Israel. Ada negara, ada faksi, ada kepentingan agama ideologi, dan mereka ini yang menarasikan ke mana-mana, sehingga keadaan tidak semakin baik malah semakin kacau.
Keterlibatan pihak lain, perdagangan senjata, hegemoni kawasan, pengarus global, dan tetek bengek lainnya membuat rakyat sipil menjadi korban. Anak-anak dan perempuan yang maaf, meninggal sia-sia, demi kepentingan yang sangat mungkin mereka ini tidak tahu.
Terlalu banyak sayap yang bermain dan memainkan narasi membuat simpul masalah menjadi melebar ke mana-mana dan itu jelas makin bias bagi kondisi Palestina sendiri. Saling melilit dan membelit, tanpa mau mengurai untuk mendapatkan jalan keluar terbaik.