Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Palestina, Belajarlah pada Kebangkitan Nasional Indonesia!

20 Mei 2021   13:11 Diperbarui: 20 Mei 2021   13:24 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Palestina Belajarlah pada Kebangkitan Nasional Indonesia

Palestina sedang menjadi pembicaraan panas. Tarik ulur kepentingan menjadikan Palestina dan Israel sangat seksi. Lahirlah istilah Zionis Nusantara segala. Konflik tanah dan politis di Timur Tengah, namun di sini jadi heboh.

Ada anak sekolah yang dipecat, ada yang dibui, eh sama-sama menyoal Palestina. Berbeda yang menyalahkan Israel aman-aman saja. Apalagi menghina Presiden RI, asal mereka ini tokoh agama dan politik, pasti aman.

Toh ini Hari Kebangkitan Nasional, banyak gagasan bagus, contohnya Yogya dengan Gubernur Sri Sultan Hamengkubowono X yang menginstruksikan menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, diikuti Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, itu adalah upaya, gagasan, dan ide untuk mengembalikan semangat nasionalisme.

Budi Utomo 113 tahun lalu, menjadi tonggak adanya gerakan kesatuan, adanya upaya menggalang persatuan sebagai sebuah bangsa. Suku, bahasa, dan pandangan politik, agama yang ada, malah menjadi sarana bagi Belanda untuk selalu diembuskan untuk saling ribut, abai untuk menyoal keberadaan Belanda.

Pemerintah penjajah tahu persis kondisi ini. Bagaimana orang atau elit bangsa ini banyak yang memiliki pemikiran feodal. Gila harta, jabatan, dan kedudukan. Mereka mudah dijadikan bahan untuk saling berselisih. Hari-hari ini kembali muncul dinamika itu.

Ketika ada kepemimpinan yang bisa menjadi pemersatu, harapan untuk bisa merdeka itu semakin jelas dan terlihat. Nah, hal yang terjadi di Palestina itu justru kebalikannya.

Bagaimana mereka saling bersitegang, sama dengan Praindonesia. Ketika saling bersaing bukan bersinergi untuk mencapai tujuan. Hal yang wajar karena kesadaran untuk berkuasa masih lebih dominan dari pada kesadaran berjuang sebagai sebuah bangsa.

Hal yang sangat mudah dijadikan sebagai sarana bagi pihak lain untuk mendompleng mendapatkan keuntungan. Lihat saja siapa-siapa yang bermain di belakang Palestina dan rivalnya Israel. Ada negara, ada faksi, ada kepentingan agama ideologi, dan mereka ini yang menarasikan ke mana-mana, sehingga keadaan tidak semakin baik malah semakin kacau.

Keterlibatan pihak lain, perdagangan senjata, hegemoni kawasan, pengarus global, dan tetek bengek lainnya membuat rakyat sipil menjadi korban. Anak-anak dan perempuan yang maaf, meninggal sia-sia, demi kepentingan yang sangat mungkin mereka ini tidak tahu.

Terlalu banyak sayap yang bermain dan memainkan narasi membuat simpul masalah menjadi melebar ke mana-mana dan itu jelas makin bias bagi kondisi Palestina sendiri. Saling melilit dan membelit, tanpa mau mengurai untuk mendapatkan jalan keluar terbaik.

Merasa diri benar, tanpa mau tahu pihak lain juga ada potensi kebenaran. Asumsi pihak lain pasti salah membuat keadaan makin buruk. Lihat saja, hanya karena Haikal Hasan mengatakan Hamas provokasi di media di Indonesia, langsung mendapatkan sambaran dari sana. Padahal banyak data membuktikan itu benar adanya.

Menahan diri, mengurangi egoisme diri dan sepihak. Mau mendengarkan pihak lain, dan kemudian adanya menang-menang. Selalu berfikirnya mau mengalahkan pihak lain. Masalah yang akan selalu berulang dan tidak selesai-selesai.

Bersikukuh hanya pada pedoman, klaim, dan dasarnya sendiri. Kedua kubu yang sama, akan membentur tembok, susah untuk bisa menyatu. Padahal belum tentu demikian, jika mau duduk bersama dan menemukan titik temu yang sama-sama menguntungkan.

Persatuan, bukan malah permusuhan, sinergi, bukan malah bersaing, ini yang menjadi penting dan mendasar. Ketika tujuan satu, semua bergerak menuju pada tujuan yang sama, tinggal menunggu hasil.

Jangan harap bisa mendapatkan hasil baik, ketika masing-masing mengandalkan ego. Bisa jadi nantinya pemenang ini akan diserbu bagian yang merasa tidak terakomodasi. Atau yang menang menindas yang mendukung jika fokusnya adalah kekuasaan semata.

Ini jauh lebih baik untuk menyadarkan bangsa Palestina, dari pada ribut solidaritas, penggalangan dana, dan ujungnya tidak jelas. Bangsa ini sudah pernah mengalami, hampir dua kali kena kibul adu domba dan sikap saling curiga, usai menguat, kini mulai mereda, dan asli Kebangkitan Nasional kembali bergelora.

Selamat Hari Kebangkitan Nasional

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun