Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RIP Birgaldo Sinaga, Kematian Bukan karena Afiliasi Politik

15 Mei 2021   09:41 Diperbarui: 15 Mei 2021   09:51 2566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

RIP Birgaldo Sinaga dan Kembalinya Kewarasan Berbangsa

Kematian Tidak karena Karma Ahok, Pilihan Ideologi dan Afiliasi Politik, atau Kadar Imannya

RIP untuk pegiat media sosial Birgaldo Sinaga. Saya tidak kenal, tidak mengikuti media sosialnya juga. Membaca salah satu tulisannya pun belum. Tetapi kelihatannya afiliasi politik dan kebangsaannya mungkin saya tidak salah duga.

Nah, tentu duka bagi pengagumnya, juga terutama bagi keluarga itu amat berat. Artikel ini tak hendak untuk menjadikan politisasi kematian, namun bagaimana memandang kematian sebagi sebuah proses alamiah, kehendak Ilahi, bukan karena kesamaan afiliasi politik dan kebangsaan, atau yang menolak covid atau percaya adanya pandemi, pun bukan karena mutu iman atau malah agamanya.

Kemarin, usai penangkapan Rizieq, Munarman, dan meninggalnya Tegku Zul pada ramai-ramai mengaitkan dengan karma Ahok. Kemudian muncul harapan agar Ahok menghentikan atau mencabut doanya. Sempat khawatir, bangsa ini nanti lupa memuji Tuhan, halah malah ikutan Bunda Neno Warisman. Ini serius, kelompok pro Ahok-Jokowi ini selalu saja merasa baik-baik saja, dan menilai kubu yang ada pada sisi sebelah pasti  salah. Sama juga mereka demikian.

Pola pikir ini yang penting. Akhirnya sama juga, jatuh pada model yang identik. Miris melihat cara berbangsa demikian.

Covid Menimpa Siapa saja.

Oke, boleh kemarin pada berteriak karena kena karma. Lha Birgaldo ini pegiat untuk sadar covid toh kena juga. Pun kalau ada yang dulu menklaim itu adalah untuk agama tertentu juga sudah terbantahkan. Ada yang masih muda, tua, dan segala usia. Ada pastor relatif muda, masih 46, namun karena gaya hidupnya tidak sehat, ada komorbid dan meninggal. Pun ada pastor sudah sepuh gaya hidup bagus, menerima tamu harus dengan surat bebas covid, pun meninggal.

Semua bisa terjangkit, bisa sembuh, pun bisa meninggal. Tidak pandang apapun, hanya kehendak Tuhan yang berbicara jika omong kematian. Tidak karena karma atau agamanya.

Tudingan ngaco stik test untuk ulama yang kontra pemerintah sudah diberi virus juga terbantahkan. Jelas analisis dan klaim ngaco, namun tetap saja ada yang membuat dan percaya.

Karma Ahok

Ini juga menakutkan pas begitu beruntun orang-orang yang dulunya menyeret Ahok pada pidana, satu demi satu masuk pada penegakkan hukum, pidana, dan  meninggal dunia. Ini semua karena perilaku melanggar hukum juga ketetapan Tuhan sudah sampai saatnya dan meninggal. Tidak ada kaitannya dengan sumpah Ahok.

Selengkapnya di sini

Memfitnah Tuhan

Ini tentu berlebihan, namun salah dalam melihat Tuhan Yang Mahakasih. Seolah Tuhan itu penghukum dan pendendam. Padahal tidak sepenuhnya demikian. Tuhan memiliki ukuran sendiri, bukan takaran manusia yang kadang malah masih dikaitkan dengan ideologi, agama, afiliasi pula.

Melihat dengan kaca matajernih, bukan karena kesamaan ideologi atau afiliasi dan kemudian ini adalah kehendak Tuhan dan sebaliknya. Mengaku beragama, dan kadang malah mabuk agama, namun mengenal Tuhannya saja ngaco.

Tuhan memiliki ukuran yang belum tentu sama dengan apa yang kita pikirkan. Boleh jadi benar, namun belum tentu juga tepat.  Kisah-kisah ini memberikan kepada kita bukti itu, jalan Tuhan tidak ada yang paham.

Stop Politisasi Kematian, Bencana, dan Lain sebagainya.

Mati ya mati, karena kehendak Ilahi. Pun bencana atau kejadian lainnya. Itu semua di luar kendali manusia, siapapun pemimpinnya, siapapun yang oposan. Lha memangnya kalau dipimpin SBY bebas bencana begitu? Atau kalau dipimpin Jokowi bencana tidak pernah  berhenti, kan tidak.

Pun kematian. Apapun afiliasinya, mau oposan atau mendukung Jokowi-Ahok kalau memang saatnya Tuhan hadir siapa mampu mengelak. Tidak ada satupun. Sesakti, sesaleh apapun.

Demikian juga dengan penegakkan hukum dan masuk bui. Tidak karena menolak mendukung Jokowi-Ahok, namun karena mreka melakukan tindak melanggar hukum terlebih dahulu. Lebih jauh,  Lihat

Hal-hal ini harus dicamkan, sebagai sarana untuk kembali membingkai keberagaman. Sempat tercabik karena dikotomi pilihan presiden. Kini, di waktu yang relatif berdekatan dan dengan sebab yang identik pula, dua sosok yang ada pada posisi berseberangan kembali pada Sang Pencipta.  Memupus semua klaim dan tafsir politis selama ini.

Elit yang harus lebih dulu memberikan contoh, jangan malah memberikan keteladanan di dalam kekacauan. Lihat saja selama ini siapa yang menjadi pemicu kekacauan? Elit yang sakit hati, tidak mendapatkan apa yang diidamkan, dan menggunakan keluguan warganet untuk membuat gaduh.

Penegakkan hukum yang harus dimulai dari elit, bukan sebaliknya. Memilukan sebenarnya jika hanya pemain medsos dengan paketan data ditangkap karena meresahkan. Lihat saja elit, pengurus DPP parpol mengeluarkan pernyataan yang lebih ngaco, dibiarkan. Dampaknya berbeda bak bumi dan langit.  Ini yang harus menjadi catatan.

Pendidikan sekolah ataupun agama, perlu memberikan tekanan, menghentikan model tafsir ngaco dan kritis di dalam melakukan segala sesuatu.  Tidak asal menarik dan akan menjadi viral.

Bangsa lain berlomba-lomba untuk maju, eh di sini malah berlomba di dalam menafsirkan sekehendak sendiri tanpa kemampuan yang cukup pula. Jangan lupa, mereka  juga terkadang elit dalam berbagai kelompok.

Kesadaran hidup bersama mulai terlihat, kurangi ribet dan ribut pada hal yang tidak mendasar.  Jauh lebih banyak hal baik yang bisa dikupas. Mengapa menelorkan keributan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun