Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Novel Baswedan dan 74 Lainnya Dinonaktifkan, Menanti Kelanjutannya

11 Mei 2021   18:21 Diperbarui: 11 Mei 2021   18:30 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel Baswedan dan 74 Lainnya Resmi Dinonaktifkan, Menanti Kelanjutannya

Resmi pimpinan KPK menyatakan, bahwa 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK dihentikan dari jabatannya. Ini sangat menarik, karena tarik ulur dan narasi yang berkembang sejak awal bulan meliar ke mana-mana.

Sempat lempar bola panas antara komisioner KPK dan MenPan-RB, dan akhirnya keluar juga keputusan dari pihak KPK. Sejatinya hal yang lumrah, ketika lolos dan tidak lolos itu dialami, hampir semua orang. Menjadi aneh, ketika pekerja pemberantasan korupsi namun tidak mau tahu akan aturan, standart yang ada, dan malah menyatakan yang hanya sebatas klaim dan asumsi.

Novel Baswedan, entah ia ini kapasitasnya sebagai apa, namun paling garang untuk menilai ia dkk, yang ber-75 itu layak untuk tetap di KPK. Jika tidak, berarti ada upaya untuk melemahkan KPK. Lha apa kalau tidak ada Novel Baswedan dkk itu KPK runtuh? Lha dulu sebelum ada mereka, KPK juga bisa eksis.

Narasi yang berkembang, makin membuat publik bertanya-tanya. Ada apa, kog begitu ngotot. Opini pelemahan KPK ini selalu keluar, sejak tahun-tahun yang lalu. Artinya bukan hanya karena kasus TWK.

Tudingan ujian ini adalah settingan, terlalu mengada-ada. Bagaimana soal untuk seluruh calon ASN dibedakan khusus untuk yang 75? Apa iya, tim seleksi itu sudah memisahkan yang 75 di antara calon yang lain dan diberi test khusus? Jika demikian, gampang lah untuk pembuktian dan bawa saja ke pihak kepolisian.

Asal ketika tidak terbukti, tidak kemudian menarasikan polisi sudah main mata dengan tim seleksi dan mau memperlemah KPK. Paling aneh ini, narasi pelemahan KPK yang diulang-ulang. Apapun kejadiannya, ujung antaranya pelemahan KPK, dan paling ujung salawi. Jokowi mundur.

Abraham Samad mengatakan kalau Novel dkk dihentikan tidak ada OTT sekelas menteri. Ah lebay, layak dibuktikan, mengapa?  Lihat saja kinerja Kejaksaan Agung jauh lebih mumpuni akhir-akhir ini. pemberantasan korupsi jangan hanya opini dan drama Korea, banyak aksi namun nihil prestasi.

KPK aslinya lembaga sementara, kini, ketika lembaga yang didukung sudah memiliki taji, mengapa harus kekeh untuk bertahan, apalagi jika itu hanya orang per orang, bukan sebagai sebuah lembaga.

Bagus, perlawanan Novel Baswedan dkk, coba tanpa dibarengi narasi dan pembentukan opini, biar peradilan yang membuktikan. Beberapa hal yang layak dicermati.

Apakah benar TWK itu yang bermasalah, atau para peserta yang memang tidak lolos itu yang tidak cakap. Dua hal yang harus dibuktikan. Hal yang sangat menentukan, jangan sampai ada rekayasa, tetapi jangan pula memaksakan kehendak.

Opini yang digiring oleh mantan komisioner, politikus, netizen eh kog kelompok yang itu-itu juga, nah dengan tuntutan Novel dkk, akan ditemukan titik temu yang terbaik, lebih obyektif, lebih mendekati kebenaran, dan paling tidak, semua memiliki pemahaman yang sama.

Saya pribadi kog cenderung memang mereka tidak lolos, karena penggiringan opininya sangat berlebihan. Jika biasa-biasa saja, mengapa harus segitu ngototnya? Malah jadi tanda tanya, ada apa ini?

Reputasi pemerintah mosok dipertaruhkan hanya untuk segelintir orang, ingat bangsa ini 275 juta warganya, apa iya, hanya untuk "membuang" yang  75 yang jauh lebih besar itu dipertaruhkan. Nampaknya pemerintah tidak seugal-ugalan itu juga kali.

Rekam jejak juga menentukan. Bagaimana selama ini perilaku yang terjadi.  Bagaimana sisi pemerintah meskipun masih banyak bopeng toh bekerja dengan relatif waras. Lebih bisa diyakini kebenarannya ketika berbicara penanggulangan korupsi.

Kepolisian juga bekerja keras. KPK mengakui, OTT Bupati Nganjuk karena kerja sama dengan Bareskrim, polisi sudah mendahului  mengumpulkan data dan mengulik sang bupati.  Belum lagi jika bicara Kejaksaan Agung.

Hadiah Lebaran yang indah bagi anak bangsa yang rindu KPK berkarakter nasionalis dan bekerja sesuai dengan koridor hukum. Layak ditunggu juga upaya Novel Baswedan dkk jika mau menuntut  ke pihak yang berwenang untuk itu.

Demokrasi yang masih coba-coba wajar jika gaduh, asal bermanfaat dan demi kebaikan bersama. Masih akan panjang drama Korea ala KPK. Tetapi itu jauh lebih baik dari pada hanya berdasar asumsi dan klaim sepihak.

Mau baik dan bersih ya memang kadang menyakitkan. Siapa yang salah akan seleh, falsafah Jawa yang layak menjadi pedoman untuk menunggu ke mana muara dari keadaan ini semua.

Perbaikan dan perubahan memang harus terus menerus dilakukan. Ketika ada pihak yang enggan bebenah dan berubah, lha ada apa? Patut dipertanyakan.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

referensi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun