Orang Katolik Menyembah Pastor Dominggo
Artikel ini, tidak sama sekali mengulas pengajaran oleh orang lain. Yang menjadi pokok pembicaraan adalah apa yang diajarkan dan apa yang terjadi pada Gereja Katolik. Ingat, ini bukan soal SARA, tapi mencoba memperlihatkan apa yang sebenarnya ada di dalam Gereja Katolik.
Pihak Gereja yang berkompeten, semisal KWI atau uskup, minimal pastor, yang ada di Kompasiana ini pun pasti ogah menuliskannya. Benar tidak penting, karena emas mau dilempari kotoran, apalagi  hanya dikatain, dicemooh, atau dilabeli itu besi karatan, tetap saja emas.
Saya juga setuju dan sepakat. Namun, jangan lupa, kita hidup bersama. Jangan sampai, bahwa nantinya lebih banyak orang menilai, oh benar besi karatan, hanya kek emas. Kan cilaka. Benar juga, bahwa Gereja itu karya Allah, Allah yang akan memberikan jawaban. Toh manusia juga berhak untuk mencoba menjawab jika itu memang masih dalam taraf yang wajar.
Allah pun menggunakan manusia, bahasa manusia, bukan bahasa surga yang manusia tidak pahami. Kan malah berabe, maksudnya tidak dimengerti. Iya apa iya?
Ada dua hal besar yang mau saya cermati dari pernyataan Adi Hidayat ini. pertama mengenai Pastor Dominggo. Kedua soal orang Katolik menyembah pastor, maksudnya mungkin santo-santa kali. Ini asumsi, dan kelihatannya pas.
Pertama, nama Dominggo sebagai pastor, sangat mungkin di daratan Amerika Latin atau jajahan Spanyol dan Portugal. Â Di sini, Indonesia, nama Dominggo hampir tidak terdengar. Ini bukan seorag santo sependek pencarian saya di aplikasi, buku santo-santa, dan juga mbah gugle. Entah kalau ada yang menemukan.
Dominggo itu malah lebih tepat dari akar kata hari Minggu, yang arti gampangnya, hari Tuhan. Lagi-lagi jarang dipakai sebagai nama di sini.
Kedua, menyembah pastor, halah, ini sih dagelan mataram saja kalah lucu. Mana ada manusia disembah. Mungkin kembali, maksudnya adalah santo-santa. Ini juga bukan menyembah kog, menjadi sumber inspirasi, teladan hidup, sisi spiritualitas si santo-santa tadi. Hidupnya dulu sudah terbukti baik.
Berdoa melalui perantaraannya. Sama juga dengan ziarah kubur, ngalap berkah, Â di makam tokoh masa lalu, itu sangat banyak. Apakah itu juga menyembah si tokoh? Sama sekali tidak. Toh tidak ada juga orang yang menghina menyembah kuburan, atau apalah.
Santo-santa itu karena hidupnya dulu penuh dedikasi, berintegritas, dan banyak yang menjadi saksi iman, maka wajar jika dijadikan teladan. Saksi iman itu hanya satu sisi, ada pula pemikir, dan banyak jenisnya.
"Ujian" menjadi santo-santa ini memakan waktu tahunan, ada yang berganti abad. Mengapa? Gereja tidak mau gegabah. Salah satu tuntutannya adalah adanya mukjizat  atas bantuan si tokoh. Isalnya, sembuh usai sakit keras usai berdoa melalui perantaraan A, pembuktian medis sebelum dan sesudahnya. Ada rangkaian panjang kesaksian yang diperlukan.
Ada departemen di Vatikan sana yang melakukan pengumpulan data, bukti, saksi, dan kemudian dibicarakan, apakah bisa menjadi beato-beata, tahap sebelum mendapatkan gelar santi-santa. Jadi sangat panjang, bukan hanya karena katanya, atau karena keluarga bisa menjadi santo-santa.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H