Toh tidak demikian. Biasa saja publik menilai dan memberikan penilaian. Ada porsi masing-masing jadi ya tidak usah lebay dan baper.
Keenam. Pendidikan politik yang buruk diberikan oleh yang namanya partai paling demokratis, ingat ini karena namanya yang disandang. Ada beberapa hal,
Satu, ngebet banget berkuasa. Padahal ketika berkuasa amburadul. Bagaimana klaim ngebet itu? Faktualisasinya, selalu menyerang personal presiden, ganti presiden, turunkan presiden. bencana presiden, ada kesalahan presiden, lha dulu kog tidak ada.
Ingat ketika ada anak SMA dimarahi mendiang ibu negara kala itu, saat Jakarta banjir, Jokowi juga yang dicari kog. Jangan belagak lupa, gampang dicari kog.
Dua, demokrasi itu ada waktu. Ya periode lima tahun itu ikuti dengan setia dan taat, jangan dikit-dikit ganti. Padahal pas waktunya pemilihan, tidak ada yang mengajukan. Kan konyol.
Tiga, lha melaporkan dugaan pelanggaran, oleh Mensos, eh kog malah Jokowi yang salah. Ini cenderung menyasar dan mencari-cari kesalahan presiden.
Bagaimana bisa hukum tegak, korupsi selesai, Â minimal tidak lagi msif, jika semua disasar dan diselesaikan dengan politik. Esensi politik adalah kompromi. Ya pantes semua jalan di tempat. Apakah ini gambaran perilaku SBY-Demokrat pada penyelesaian kasus hukum dan masalah? Ya, sangat mungkin. Silakan saja diterjemahkan dan dipahami sendiri.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H