Salahkah Santunan untuk Keluarga Teroris?
Saya dengan lugas mengatakan tidak. Mengapa? Beberapa hal layak dicermati dan dicamkan dengan kepala dingin dan hati yang bersih. Jangan kotori dengan asumsi apalagi dikotomi ideologis dan politis pilpres.
Ini soal kemanusiaan dan tanggung jawab sebagai pemimpin. Memang berat, namun itu adalah juga warga negara. Semua adalah anak-anak negeri yang mendapatkan jaminan yang sama. Sebuah ilustrasi layak dicermati menjadi sebuah gambaran.
Ada anak sekolah yang tawuran. Karena menggunakan senjata tajam, ada yang tewas di dalam kejadian itu. Si bapak, pelaku alias terdakwa mendampingi anaknya terus dalam persidangan. Apakah ini sebentuk dukungan pada anak sebagai pelaku kekerasan dan pembunuhan? Jelas tidak. Si bapak mendampingi agar anaknya bertanggung jawab, tidak makin terpuruk, dan makin salah di dalam bergaul.
Nah, posisi ini juga dialami presiden. Pemimpin atas semua warga negara, mau memilihnya atau bahkan tidak mendukungnya sekalipun. Sepanjang masih WNI, mau menyatakan bukan presidennya, pemimpin tetap harus hadir dan menjadi pengayom bagi keberadaan anak-anaknya. Apapun sikap anaknya.
Beberapa hal layak dicermati.
Satu, korban terorisme, keluarga pelaku juga adalah korban. Ingat, mereka itu korban dari perilaku elit mereka yang penakut. Mana pernah sih yang menyuruh itu dihukum. Artinya mereka adalah korban. Mau korban ideologis ataupun sistem, toh mereka juga korban.
Apalagi jika pelaku terorisme itu kepala keluarga. Bagaimana pasangan, atau anak-anak belum tentu tahu dengan baik apa yang orang tua-bapaknya-suaminya lakukan. Â Mereka merana sendirian. Dampaknya adalah poin dua berikut.
Dua. Korban sosial dan ekonomi. Mereka sangat mungkin menderita secara sosial dan ekonomi Terutama, jika itu pelaku adalah kepala keluarga. Dampaknya sangat luas.
Kemiskinan bisa menjadi penyebab terorisme. Artinya malah menyuburkan terorisme tradisional. Awalnya ideologis malah berubah.
Dendam. Ini mengerikan lagi, luka batin itu bisa memiliki daya rusak luar biasa. Lihat Joker itu karena luka batin. Lahirlah generasi berikut yang sakit hati dan mau menuntut balas.