Menag: Umat Katolik Tidak Sendiri
Kunjungan Menag ke Katedral Makassar, sependek ingatan, baru kali ini ada bom di gereja dan Menag hadir. Kali ini istimewa lagi, hadir dalam konteks fisik dan juga spiritual. Dukungan moral, membesarkan hati, bukan hanya kutuk, prihatin, atau doa. Tentu bukan dalam konteks meremehkan prihatin, apalagi doa.
Kehadiran badaniah, itu wujud nyata, bukan sekadar basa-basi. Ungkapan-ungkapan yang dipilih sangat mewakili kaum agamawan yang mendalam. Tidak semata klaim dan pengakuan orang spiritualis.
Beberapa pernyataan yang layak dicermati, direnungkan, dan dijadikan sebuah gaya hidup baru beragama dan hidup bersama sebagai berikut;
Bapak (Uskup) bersama umat jangan takut. Ini adalah dasar. Bagaimana terorisme dasarnya adalah menciptakan ketakutan. Nasihat, ajakan, dan juga kekuatan untuk tidak pernah takut. Meskipun Gus Yaqut pasti tahu dan paham, Gereja Katolik sudah sangat berpengalaman menghadapi hal demikian.
Ini kali kesekian menjadi korban perilaku bar-bar yang selalu menjadi polemik. Syukur kali ini Menag benar-benar hadir bagi semua agama. Kehadiran benar-benar, bukan semata basa-basi politik.
Umat Katolik dan Bapak (Uskup) tidak sendiri. Pernyataan dan kekuatan moral, bahwa duka, ancaman, dan kecemasan itu tidak perlu berlama-lama. Ini musuh bersama. Umat Katolik dan Uskup Liku Ada, tidak ditinggalkan oleh Menag dan itu juga adalah sikap pribadi Gus yaqud dengan jaringannya.
Hal yang belum pernah terdengar hal demikian dari menteri sebelum-sebelumnya. Sekali lagi ini bukan kali pertama. Lha malah dulu Buya Syafei ketika mengunjungi Rama Prier yang dibacok saja dihujat.
Bapak Uskup jaga kesehatan. Anak muda, menteri, yang sangat perhatian pada Bapa  Uskup yang tentu sedang rusuh hatinya. Bagaimana tidak, di depan matanya ada kepala dan lengan melayang. Hampir saja umat yang ia bina, bimbing, dan menjadi tanggung jawabnya bisa-bisa hancur berkeping-keping.
Pesan yang sangat menyentuh. Tenaga dan kesehatan Uskup Ada masih sangat dibutuhkan, apalagi di  tengah kengerian atas bom. Belum lagi Pekan Suci itu sangat melelahkan secara fisik.  Begitu banyak kegiatan dan aktivitas yang sangat menguras energi.
Pemuka agama menjalakan perannya menebarkan damai. Dengan demikian agama memegang peran yang sejati. Nasihat yang tidak semata untuk pemuka Katolik. Semua pemuka memiliki peran dan tugas serta tanggung jawab yang sama.
Pesan yang memang wewenang menteri. Tidak ada pembenaran diri, penolakan, atau sikap abu-abu. Ini adalah pesan kenabian yang memang seharusnya demikian.
Mukjizat yang Dimaknai Berbeda
Sama juga dengan pahlawan dan penghianat. Uskup Ada menyatakan mukjizat bahwa satpam yang mencegah pemotor yang ternyata teroris memasuki pekarangan gereja, karena pakaian mereka menimbulkan kecurigaan, tidak meledak bersama para pelaku. Padahal jelas posisi sangat dekat. Melihat kepala terlempar sampai atap itu daya ledaknya seperti apa.
Mukjizat dalam sudut pandang orang Katolik, sisi lain juga bisa dipahami, jika para pemuja teroris malah mencibir. Mana mungkin bisa selamat, luka hanya lecet begitu, kecuali itu konspirasi. Ini adalah hal yang normal, namanya orang. Bebas untuk menafsirkan dan memberikan penilaian.
Terpenting adalah, nalar, simpati, dan kemudian sisi spiritualitasnya. Sederhana, ketika orang beragama dengan baik, itu buah imannya adalah kebaikan, damai, suka cita, dan itu terlihat dari wajah, bahasa tubuh, dan keseluruhan hidup hariannya.
Bagaimana memandang muka orang yang mendalam secara spiritual. Ingat ini bukan soal agamanya apa. Namun bagaimana orang yang melakukan nasihat-nasihat rohani, lepas agamanya. Sangat mungkin orang tidak beragama juga bisa.
Syukur pula kali ini, tidak banyak narasi pembelaan bak babi buta pada perilaku teror. Hanya golongan itu-itu saja, namun lebih kecil lagi dibandingkan yang lalu-lalu. Apakah karena ketakutan, atau kesadaran baru? Sangat mungkin karena takut ruang geraknya makin sempit, akhirnya timbul kesadaran baru.
Narasi-narasi yang ada, jauh lebih banyak spekulatif, pokoknya bicara dan maunya membela apa yang telah terjadi. Tetapi gaungnya tidak lebih besar. Makin redup. Ini adalah harapan.
Musuh bersama. Menag menyatakan, ini pekerjaan sulit, namun  bukan perkara yang mustahil. Keyakinan dan harapan bagus telah dinyatakan. Ini adalah kekuatan untuk bahu membahu untuk keluar bersama mengatasi terorisme.
Ruang gerak mereka makin sempit. Dunia internasional, DAESH juga sudah tidak cukup memiliki kekuatan. Pembubaran HTI dan FPI sangat strategis. Ingat, asal jangan menjadi terlena dan kemudian euforia seolah semua sudah selesai.
Menjadikan terorisme musuh bersama. Ini masih perlu kerja lebih keras. Sedikit banyak masih ada dan cukup juga para pembela, pemilik keyakinan bahwa ini adalah memang  cara yang baik dan benar.
Sikap menolak dan merasa baik-baik saja dari beberapa pihak, ini memang masih perlu waktu. Namun, ketika Menag yang memiliki jaringan kuat dan solid, tentu saja akan mampu untuk mengikis para pemilik keyakinan pokoknya menolak dan baik-baik saja.
Hadiah Paskah dan negara dengan keberadaan mukjizat yang dialami petugas keamanan, dan juga keberadaan Menteri Agama, Gus Yaqut yang benar-benar menteri semua agama.
Selamat Menjelang Tri Hari Suci, di dalam keprihatinan ada mukjizat itu nyata.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H