Konflik kepentingan, berebut benar, sangat jelas dan gamblang pada peristiwa Tri Hari Suci. Bagaimana murid berkhianat, dijawab dengan pembelaan dan memutuskan telinga, namun oleh Yesus dikembalikan dan pulih.
Menyongsong kekerasan dan kmatian dengan sangat tabah dan siap sedia, karena kehendak Allah, bukan menjalankan kehendak sendiri. Â Gereja harus dan selalu belajar dari sini.
Sering menjadi korban bom, terorisme, pembakaran, dan penolakan pendirian, itu adalah bagian dari  salib. Bagaimana menghadapi itu dengan tabah dan siap sedia, tidak perlu mencari kambing hitam dan mengeluh ini dan itu.
Semua harus dijalani, dilakukan, dan dihayati sebagai bagian dari konsekuensi iman dan harapan. Tidak marah apalagi malah membalaskan dendam. Teladan yang diberikan Yesus sangat jelas, lugas, dan pasti, tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Jika masih brangasan, merasa harus membela diri, perlu belajar lagi keimanan dari Petrus. Ia yang mudah tersulut emosi, sumbu pendek, malah berkali-kali jatuh. Bahasa kekerasan tidak akan pernah menang.
Pengampunan dan kasihlah yang utama. Mau politik, ideologi, sepanjang mengandalkan kekerasan, jangan harap bisa bertahan. Â Harapan di dalam cinta dan damai menjadi perekat hidup bersama.
Kejadian ini bukan soal agama, namun soal pemahaman agama yang sempit dan sepenggal. Harapan masih ada, dan itu yang harus terus digelorakan.
Selamat memasuki Pekan Suci bagi saudara-saudari Kristiani, dan hadapi dengan kasih berpengharapan. Masa prihatian yang hakiki bersama saudara di Makasar.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H