Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrat, Luka Dedes, Umang, dan Anissa Pohan

7 Maret 2021   10:42 Diperbarui: 7 Maret 2021   10:50 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan yang konon lemah itu kadang lebih tegar. Karena mereka oleh budaya tidak dipersalahkan ketika menangis, merengek, dan mengeluh. Mereka lebih bebas dan leluasa. Bandingkan dengan laki-laki. Mengeluh saja sudah dihujat, apalagi menangis. Dunia runtuh bagi mereka.

Perempuan mengambil sisi penting menjadi penguat, dengan mengorbakan perasaan sendiri. Lihat saja Dedes, Umang, dan kini Anissa. Hujatan pada AHY ia ambil sebagian. Publik beralih pada Anissa. Lihat, bagaimana penghakiman, eh ternyata memang cocok AHY tidak jadi pejabat. Istri pejabat tidak usil dan ribut soal politik.

Komentar dan tanggapan warga juga normal saja. Bagaimana mereka melihat dengan kaca mata yang jauh berbeda. Anissa dengan konteks keluarga, suami, mertua, mungkin juga masa depan anaknya. Warganet memiliki pandangan yang menyeluruh dan itu tidak juga bisa disalahkan.

Politik itu permainan laki-laki. Mereka "berkelahi" dengan sepenuh jiwa raga. Nah apakah si perempuan itu juga tidak merasakan duka yang bapak, anak, atau suami mereka rasakan dan alami? Jelas tidak. Mereka merasakan, dan kadang lebih perih karena menjadi pelampiasan. Sikap mereka bisa sangat keras dan sadis. Membela buah kasih dan buah hati mereka dengan sepenuh daya dan upaya.

Luka yang tertoreh juga luka mereka. Mereka menjaga jarak ketika baik-baik saja. Namun ketika pasangan mereka tersentuh, mereka juga bersikap.

Iriana dan kini Silvi tampaknya berbeda. Mereka tertempa oleh alam dan  lingkungan yang berbeda. Sikap mereka bisa tenang, adem, dan tidak ambil peduli.  Pilihan yang tentunya telah mereka pikir, pertimbangkan, dan kemudian jalani.

Sikap ini tidak mudah, dan tidak juga ringan. Tetapi toh bisa. Pendamping yang seiring dan sejalan. Tahu politik itu seperti apa. Pribadi kuat dan  mampu mengelola untuk tidak meledak ke publik.

Keyakinan klasik, di balik pria hebat ada perempuan kuat itu bisa diterima nalar. Apakah mesti demikian? Belum tentu juga. Namun bahwa banyak yang demikian, itu fakta.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun