Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

3 Skenario Demokrat Usai KLB

6 Maret 2021   15:36 Diperbarui: 6 Maret 2021   15:42 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal yang seharusnya tidak terjadi. mengapa? Namanya demokratis, artinya hal-hal yang bersifat perbedaan pendapat itu sebisa mungkin diselesaikan dengan kedewasaan, kebijaksanaan, dan kepala dingin.

Namun lebih jauh, memang ke meja hijau tidak buruk. Lebih baik dari pada hanya perang opini dan narasi. Asal, mau rendah hati, merasa diri ada persoalan yang perlu diperbaiki, dan pihak lain mungkin juga ada kebenaran. Tanpa hal demikian akan susah.

Ribet lagi, jika malah nanti masih saja menuding Jokowi, melibatkan menteri ini dan itu. Rakyat sudah  banyak yang jenuh dan bosan ketika ke mana-mana. Hal ini ditunjukan dengan kata-kata Demokrat dan bangsa berkabung. Siapa yang merasa bersedih atau berduka? Demokrat? Bener demikian? Apalagi bangsa ini.

Itu pasti terjadi, jika kubu Moeldoko yang menang. Memang akan berbeda jika kubu AHY yang dinyatakan menang oleh hakim.  Tapi pasti akan berkepanjangan, tuntut menuntut tidak berkesudahan.

Ketiga, ini yang paling bagus. Namun apa mau dengan rendah hati mengakui ada masalah? Rekonsiliasi, islah, ada perdamaian. Perselisihan politik itu  juga bisa dibicarakan kog. Hanya masalahnya mau tidak?

Rekonsiliasi itu harus ada kemauan baik, rendah hati, dan mau mendengarkan satu sama lain. Kelihatannya sih susah, walaupun bukan tidak mungkin. Melihat kehendak Jhoni Alen dan Marzuki Ali dulu sih ada celah. Namun sikap SBY yang kadung terluka entah apa mau atau tidak. Susah melihat  kebiasaa SBY itu.

Jika mau hal demikian, kelihatannya sih perlu mediator untuk menjembatani kedua belah pihak. Masih cukup terbuka sih, namanya politik. Agak susah ini soal kendaraan untuk pilpres 2024. Suara yang tidak cukup signifikan, jelas hanya ada satu yang bisa terakomodasi.

AHY sih masih sangat panjang langkahnya. Masih  bisa banyak belajar dan berkembang. Tidak harus 24. Jika mau "mengalah" bukan tidak mungkin masuk kabinet dan nantinya bisa memberikan bukti kepada pemilih. Jangan khawatir, tiket itu otomatis. Lihat saja tiba-tiba Risma naik daun. Karena ada panggung yang gamblang.

Moeldoko ini kesempatan trakhir. Iya atau tidak sama sekali. Nah kendaraan ini menjadi penting, sehingga nantinya bisa bekerja sama dengan partai besar. Seperti PDI-P, Gerindra, atau Golkar untuk bisa ikut dalam kontestasi 2024. 

Pilihan paling realistis point ketiga ini. Memang perlu sosok yang bisa menjadi penengah. Cukup susah, SBY itu mantan presiden. Gengsinya gede.  Siapa yang ia dengar dan mau ikut nasihatnya? Hampir mustahil ada sikap ini.

Layak ditunggu ke mana dan seperti apa nantinya. Semua kemungkinan bisa terjadi. Namanya juga dinamika politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun