Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

JK dan Kita Layak Belajar dari Profesional Ini

18 Februari 2021   12:01 Diperbarui: 18 Februari 2021   12:08 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran Aktual untuk JK dan Kita dari Profesional Ini

Menarik apa yang disampaikan Arbai Rambaey mengenai photo dari unggahan Pemprov DKI Jakarta. Bagaimana seharusnya bersikap dalam unggahan apapun itu. jernih, fokus, tanpa asumsi, dan ada data pendukung untuk itu. Bagus demi pembelajaran bersama, sangat kontekstual sebagaimana mantan wakil presiden dua kali saja bisa gagal paham.

JK menyoal, bagaimana cara mengkritik pemerintah (Jokowi) tanpa dipanggil atau ditangkap polisi. Apakah ia serius dan tidak berpretensi politis dengan tanya itu? Susah melihatnya  karena berbagai kepentingan dan lakunya selama ini demikian campur aduk. Jadi, wajar orang berasumsi sebagaimana kini ia hadapi. Kelajutannya pun masih sama, bahwa hanya tanya saja diserbu buzzer bagaimana kritik.

Ini ada dalam satu bingkai yang sedang digencarkan banyak pihak, dan salah satu pemainnya JK sendiri. Awalnya ada Kwik Kian Gie, diikuti Susi Pudjiastuti, kemudian menyusul Said Didu, Rocky Gerung, dan barisan yang sama. Sebuah upaya sistematis dan cenderung susah dilepaskan ini hanya sebuah upaya perbaikan bagi hidup bersama.

Reaksi kemudian timbul, sepertinya hanya meme, candaan, atau sebuah guyonan, namun sangat dalam  sebenarnya. Literasi bersama bagaimana kritik, nyinyir, hoax, atau fitnah itu faktual hari-hari ini.

Kasus yang terjadi, Pesepeda terpeleset di tikungan, reaksi itu bisa menjelaskan sebagai berikut

Kritik:  kecepatan di tikungan harus dikurangi

Fitnah: kalau sudah sepedaan, berasa jalan milik sendiri, jatuh rasain sono

Benci: udah pakai seped, jatuh lagi, memalukan

Banyak berseliweran di lini  massa dan media percakapan hal seperti itu. Ada  beberapa varian dan tambahan untuk candaan di sana-sini. Tetapi hal itu benar, baik, dan tepat guna. Eh malahan ada lagi dari Arbain Rambey menyoal photo. Fokus, jelas, dan lugas, seharusnya susah dibantah, kecuali orang yang tidak tahu tetapi sok tahu.

Singkatnya demikian, jika Pangrango sebesar itu, perlu tele panjang, mengambil gambar dari jauh. Ini tidak memakai tele panjang, dasarnya perbandingan mobil yang ada. Beberapa hal bisa menjadi pembelajaran bersama, termasuk Pak JK.

Arbain Rambey mengatakan hal yang jelas, lugas, dan terutama fokus pada apa yang ia kuasai dengan baik, profesional pada bidangnya. Fokus, tanpa menyoal siapa di balik photo, apa kepentingan photo, namun photo itu tempelan dengan dasar argumen kuat.

Kita  bisa belajar, pada kasus hutang saja. Bagaimana narasi yang ada ke mana-mana. Menyoal banyak pihak, dan kepentingannya pun bisa aneka macam. Ini karena memang tidak fokus pada esensinya.

Melepaskan asumsi, fokus pada gambar, bukan mengatakan kepentingan gambar itu dibuat, siapa pembuat, dan ada apa di balik itu. Hal yang biasa kita temui, tidak bicara konten namun menyoal siapa dan mengapa itu dibuat. Berlebihan. Arbain Rambay tidak menyoal siapa yang menayangkan photo tersebut, reaksi kemudianlah yang bukan Arbain yang membesar-besarkan.

Asumtif sangat terbuka dengan mengatakan, karena tempelen ini pihak pengunggah membohongi publik, pencitraan, dan lain-lain. asumsi dan opini sangat  mungkin benar, tetapi bisa juga salah. Berbeda jika itu dikemukakan sebagaimana Arbain mengomentari photo.

Meminimalisasi kepentingan.  Sepanjang di dunia orang tidak akan pernah lepas dari kepentingan. Tetapi ada hal yang sangat minim untuk diambil. Cara mengomentari demikian karena memang tidak memiliki ebih besar kepentingan, sehingga ya apa adanya. Coba bayangkan jika itu politis pasti arahnya adalah pembohongan publik, melibatkan Anies pula.

Sangat terbuka kemungkinan, karena pemimpinnya biasa membual anak buahnya juga demikian. Atau yang lain, belajar lagi sana photografi, jadi boongnya gak kebangetan. Bisa dicek di dalam kolom komentar pada tayangan demikian.

Motivasi. Ini tentu berkaitan juga dengan asumsi, rekam jejak, dan ke mana arah mereka melakukan yang katanya kritik itu. Bisa benar kritik, bisa pula jatuh pada sinisme dan akhirnya nyinyir, bahkan kebencian. Ingat, doa salah dikit saja jadi dosa. Tuhan salah ucap bisa jadi hantu, dan sebagainya.

Asumsi bisa sangat minim dengan melihat rekam jejak yang bersangkutan. Ini membantu untuk melihat secara lebih jernih. Semakin tinggi orang dalam pengalaman, pendidikan, dan relasi, akan lebih sulit dibedakan mana yang tulus, pura-pura, atau bahkan kamuflase.

Apakah Pak JK, Rizal Ramli, Said Didu, atau yang lainnya salah? Bisa dilihat, di mana mereka keliru di dalam memaknai kritik. Mereka tentu paham, sangat tahu kog, kapasitas mereka tentu tidak ecek-ecek. Mereka pinter mengemas itu bahkan bisa membalikan keadaan dengan  terlihat seolah-olah baik-baik saja.

Hal ini memang harus kita hadapi bersama sebagai sebuah bangsa. Menghadapi persoalan yang memang perlu pemahaman dan pengendalian diri. Dalam satu rumah, satu keluarga saja sudah bermacam-macam perangainya, apalagi satu negara dengan penduduk 260 juta kepala lebih.

Kedudukan juga enak, manis, dan menyenangkan. Yang sudah biasa duduk di sana, enggan ketika diganti, dan apalagi penggantinya dinilai malah membuat kursi itu tidak nyaman. Konsekuensi logis atas perbaikan. Obat biasanya tidak enak, dan ketika berobat kadang juga malah tambah meriang.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun