Cidera AHY Membawa Demokrat Kedodoran
Barcelona, kalau beli pemain yang tidak dari akademinya, biasa memainkan hanya hingga menit ke 60 atau paling banter 70. Jarang atau tidak pernah sampai selesai. Mengapa demikian? Program pembinaan dan daya tahan fisik memang hanya mampu bermain selama itu, tidak akan mamp penuh. Ketika sudah ditangai pelatig fisik, dalam dua tiga bulan terlihat beda, sudah mampu berlari, bermain secara full.
Timnas Indonesia pun demikian, siapapun pelatihnya biasanya mengeluhkan bahwa babak kedua drop. Hanya berjalan, visi bermain kacau, dan konsentrasi sudah buyar. Terlihat berat banget untuk berlari. Selalu terulang, program dibuat untuk meningkatkan stamina menjadi susah, ketika pola makannya masih sama saja. Makan di pinggir jalan dengan menu kenyang, bukan sehat, nikmat tanpa manfaat. Krupuk, gorengan, sambel, itu hanya demi lidah dan bibir yang merasakan enak, namun dampak bagi fisik atlet tidak baik.
Kemenangan di awal permainan bisa dikejar dan kemudian keadaan berbalik arah. Kesalahan-kesalahan sendiri karena fokus sudah buyar. Energi sudah habis sudah tidak lagi mampu berpikir jernih dengan cepat dan akurat.
Konon, salah satu alasan AHY dimundurkan dari militer dan banting setir menjadi politikus karena ada cidera yang susah menjadikannya militer berbintang. Masalah dalam salah satu organ tubuhnya sangat menghambat karirnya yang memberikan syarat kebugaran tubuh yang prima.
Pilihan presiden masih sangat jauh. Periode berjalan baru setahun, masih empat tahun lagi. Tetapi entah mengapa Demokrat malah sudah gas pol sejak awal. Â Takutnya adalah, mereka malah sudah kehabisan daya, kreatifitas, dan kemampuan untuk menarik simpati publik pada waktunya nanti. Ingat, ingatan publik bangsa ini relatif singkat lho.
Coba bayangkan, hanya dalam seminggu mereka menghajar Jokowi dengan dua isu besar. Benar, bahwa mereka menjadi pembicaraan publik, menjadi tenar dengan cepat, namun jangan lupa. Ketenaran dalam kecemaran, bukan kemudian menjadikan publik berpaling untuk memilih.
Isu kudeta belum sempat menurun temperaturnya. Kondisi yang membuat AHY dan SBY babak belur dengan berbagai opini. Â Malah ingatan publik dibawa kepada era Orba. Dugaan SBY terlibat dalam kudeta PDI sangat besar. SBY diam saja, susah mengelak dan membela diri tampaknya. Biasanya reaktif dan melakukan klarifikasi. Ini hanya diam saja.
AHY si penuding kudeta, malah kemudian dibuka keberadaannya di dalam  organisasi. Mmundur  2016, dan aklamasi menjadi ketua umum pada 2020. Baru empat tahun menjadi anggota partai padahal syarat minimal dalam AD/ART adalah lima tahun. Nah, terlihat, apakah ketika masih di dalam militer aktif sudah anggota partai? Jika demikian, malah melanggar sumpah prajurit.
Atau keteledoran membaca AD/ART? Ini sangat mungkin. Paling-paling akan datang pembelaan jika keadaan khusus. Tanpa perincian kekhususan di mana. Wajar sesepuh, pendiri, dan elit Demokrat meradang dan merasa jengkel, apalagi angka pemilih terus turun.
Eh malah elit yang lain menuding Jokowi menghentikan pembicaraan perubahan UU Pemilu demi Gibran untuk maju pilkada DKI 24. Â Jadi timbul pertanyaan, jangan-jangan kebiasaan Demokratlah yang mempermainkan hukum, aturan, demi kepentingan sendiri dan sesaat. Kan biasa model demikian bukan? Orang mengenakan pakaian itu ya diukur pada badan sendiri. Pengalaman yang dinyatakan dan dibagikan.