Media gagap menghadapi perubahan zaman, akhirnya malah ngaco dan ngasal. Dua tulisan mengenai Nora-Jerinx itu tidak layak untuk konsumsi media arus utama. Berbeda ketika blog pribadi yang mengejar hits. Eh saya yang main blog juga enggan menuliskan hal demikian.
Hits dan klik seolah menjadi puncak segalanya. Abai soal etika dan  ranah dasar pemberitaan. Jangan kaget para Kompasianer, ketika mengetikkan namanya di Google akan berderet nama diri dengan tulisan sudah ada di media mana-mana. Wong saya yang bukan siapa-siapa saja sudah dicopas sekelas Tribun. (Contoh)
Pasti Depres tidak akan tahu hal begini ini. Paling mendasar saja pekerja media itu mendapatkan bayaran untuk mendapatkan berita, artikel, atau apapun yang bisa disajikan pada media mereka. Lha kalau hanya ngulik media lain kemudian copas, ya untuk apa? mereka dapat honor, gaji, mungkin bonus hanya untuk copas. Lha tukang warnet pun bisa. Penulis aslinya, yang riset, baca sana-sini, hati-hati biar tidak dipancung admin, eh mereka yang dapatkan uangnya. Ingat ini bukan soal uang, tetapi termasuk plagiasi, apalagi tidak ada izin sama sekali.
Lucu lagi, ketika mereka pun berlomba-lomba mengutip dan mengulik yang tampaknya dilabeli buzzer seperti Abu Janda, Eko Kuntadi, atau Deny Siregar. Artis medsos  yang mereka tuding buzzer dan isi media sosialnya dicopas dengan tambahan komentar dari para warganet yang ada di sana.
Coba jika Depres itu bekerja bukan hanya menerima laporan, betapa banyak hal-hal ngaco  dan mereka ini ada dalam ranah tanggung jawab mereka. Jangan kemudian karena tidak mampu mengatasi malah menjadikan pihak lain sebagai kambing hitam. Lucu saja sih.
Apalagi jika bicara klik bait, jangan tanya lagi, judul apa, isi apa. Hoax, fitnah, itu merajalela, media itu bagian mereka, kalau SJW memang di luar tanggung jawad Dewan Pers, tetapi kalau SJW itu pernyataannya dikutip media, Depres harusnya turun tangan.
Jangan kaget, hari-hari ke depan, akan semakin banyak didengungkan keberadaan dewan pers dan juga para pelakunya yang cenderung partisan. Miris jika demikian pers kita yang mengaku pilar demokrasi.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H