Gibran, AHY, Anies, atau Risma mau mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi gubernur DKI sebenarnya tidak ada yang salah. Sepanjang syarat-syarat baik administrasi, kesehatan, dukungan partai semua terpenuhi. Tidak juga dilarang secara hukum, misalnya terkena pidana, berkaitan dengan ormas dan parpol terlarang, mengapa tidak?
Terlalu heboh dengan prasangka, ribut dengan asumsi, dan tidak berpikir demi kebaikan negeri seolah malah menjadi andalan politikus bangsa ini. Lihat saja Risma diangkat menjadi Menteri Sosial yang lowong karena ditangkap KPK, langsung ramai-ramai pasti untuk menjegal Anies, mau diplot menjadi gubernur DKI.
Sebenarnya pemikiran aneh, mosok menteri mau menjadi batu loncatan, hanya sekadar menjadi gubernur. Ini namanya bukan promosi, tetapi degradasi. Malah lebih logis, ketika bicara menjadi menteri, biar sekaligus memperbaiki Jakarta yang tidak ada pemimpinnya.
UU Pemilu dihentikan pembicaraan oleh dewan, eh Jokowi juga yang salah dan Gibran dibawa-bawa. Lha dulu SBY memutuskan menarik AHY dari militer, toh juga semua diam, tidak ada yang protes, PDI-P pun diam, padahal sudah disekolahkan ke luar negeri, beaya negara pula.
Ternyata Demokrat sedang memainkan politik air didulang terpecik muka sendiri. Memilukannya itu mereka melakukan, namun malah menuding pihak lain. Dua hal  jelas-jelas dan gamblang, AHY sebagai pelaku semuanya. Katanya kudeta, eh ternyata KTA-nya masih prematur, apakah akan ada klarifikasi atau malah revisi AD-ART?
Menyoal UU Pemilu dan Jokpowi sepaket dengan Gibran, lha lupa, siapa yang memaksa AHY keluar dari militer dan menjadi calon gubernur yang berantakan?  Memang pas ungkapan  bermain api terbakar, bermain air basah. Siapa menabur akan menuai.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H