Jangan naif atau malah menutup mata dari fakta ini. Â Apakah berlebihan ketika ada tudingan media sudah terbeli? Artinya apa? Ya bisa dimaknai sendiri.
Entah seharin kemarin ada kecenderungan opini, narasi media sosial, dan juga pembicaraan seolah Jokowi itu antikritik, pelontar kritik dibui dan model-model itu, itu tafsir dan asumsi subyektif saya. Boleh dong. Nah apakah pernah Jokowi itu ke kantor polisi melaporkan penghinaan dungu, plonga-plongo, atau malah PKI dengan tuntutan DNA? Itu bukan orang biasa, pimpinan dewan dan majelis biasa banget menghina, memaki, coba jika seperti orba konon Pak Kwik lebih baik, tinggal nama mungkin orang-orang itu.
Ke mana Marsinah, ke mana Udin, dan juga yang menjadi korban Trisakti. Mosok Kwik, Sudjiwo, atau usaid Didu lupa sih? Mereka siapa, hanya buruh pabrik, wartawan, dan mahasiswa, bayangkan dengan mantan pejabat tinggi negara, pejabat negara pula. Para pejabat ini kudune malu dengan babi.
Kritik Itu Bukan Asal Beda
Selama ini yang terjadi, termasuk parpol dan fraksi di dewan bukan kritik namun asal berbeda dengan pemerintah. Ujungnya mengganti pemerintahan, bukan demi kebaikan bersama bangsa ini. oposan itu juga bermartabat, baik, dan bahkan bagus bagi hidup demokrasi. Mengapa? Agar ada penyeimbang, ada yang menyentil jika eksekutif menyimpang.
Lha anehnya ketika pemerintah baik-baik saja malah dihajar. Yang mendasar seperti korupsi, terorisme, dan radikalis malah dipuja-puji. Kan koplak. Miris menghajar yang bekerja dan mendiamkan yang tidak melakukan apa-apa.
Bangsa ini belum sepenuhnya berjalan dengan baik, nah itu yang perlu dibenahi, bukan malah mematahkan yang sedang diperbaiki dan diupayakan lebih baik.
Ribetnya adalah, pembenahan itu justru menyasar kepentingan, kebiasaan, dan kemudahan yang selama ini dinikmati para elit negeri. Ini lho persoalan, ketika negara mau menjadi milik seluruh rakyat, eh malah yang mau mengusahakan hal lebih baik itu dihajar.
Permainan sangat halus dari para eliit memang susah dikendalikan dan disadari, kadang orang sampai bingung karena mereka jelas tidak kelihatan permainannya. Paling-paling setelah sadar, oh ini maksudnya. Hal yang memilukan, karena kadang dibungkus dengan agama, suku, dan hal-hal yang memang masih sensitif di  negeri ini.
Payahnya lagi, lembaga-lembaga independen, memberikan wajah yang berwarna tertentu. Mereka tidak malu-malu menyangkal apa yang di depan mata mereka lakukan itu salah. Ketika ketahuan ngeles dengan berbagai alasan, alibi, dan ujung-ujungnya minta maaf.
Memang suasana, alam pikir, dan keadaan ini harus dijalani. Tidak lelah-lelah untuk maju dalam keberadaban, bukan kebiadaban. Beragama sebagai jalan spiritual bukan mencari uang. Melakukan segala hal sesuai kapasitas.