Anies Habis?
Posisi Anies sejak awal memang lemah. Naik karena transaksional situasional asal bukan Ahok. Waktu yang sangat tepat memang, di kala banyak pihak "marah" atas perilaku Ahok, ada kesempatan untuk dapat menggusurnya. Parpol yang terlibat pun sangat kecil dan di kemudian hari tanpa pembelaan ketika mendapatkan serangan bertubi.
Malah Nasdem yang lebih sering pasang badan ketika menemui kendala dalam pemerintahan Jakarta. Gerindra jelas tidak "menganggap Anies sebagai "milik" mereka, karena kadernya adalah Sandi. Lihat saja kapan Gerindra membela Anies. Terlihat lagi dengan lebih nyata dengan tetap ngototnya partai Prabowo mengincar kursi yang ditinggalkan Sandi.
Tidak pernah melontarkan kritikan, namun tidak juga membentengi keberadaan Anies dalam menerima serangan. Hal yang wajar, karena memang bukan milik. Kondisi yang membuatnya menang, karena rivalnya yang moncer namun sedang dalam masalah. Sangat berbeda hasilnya jika itu dilakukan saat ini.
Anies Habis
Hal yang sama sekali tidak banyak diduga sebelumya. Kemarin masih bisa bernafas lega dengan aneka tingkah konyolnya. Toh itu pilihan untuk menaikan citra dirinya. Pilihan politik cemar asal tenar masih saja menjadi andalan. Blunder parah ketika ia sowan kepada Rizieq  Shihab dan narasi pembelaannya. Ini adalah bubu yang dipersiapkan untuk mereka agar disantap, dan benar saja, tanpa waktu lama semua berakhir.
Parpol pengusung sudah dikupas di awal tulisan. Lemah karena bukan orang parpol, bukan nilai tambah bagi Anies namun justru masalah besar. Selain partai politik, ia naik dengan sokongan full dari ormas dan afiliasi ultrakanan. Siapapun paham siapa saja di sana. Rizieq Shihab dengan segala triknya sukses memainkan narasi.
Monas dengan tujuh juta itu adalah keberhasilan Rizieq Shihab untuk memberikan karpet merah bagi Anies. Itu kini sudah berarkhir. Satu demi satu takut pernah bersentuhan dengan FPI. Lihat saja Haikal Hasan yang menolak mentah-mentah bagian dari FPI. Kini FPI seolah terkena kusta dan semua takut pernah bergandengan tangan.
Penangkapan terduga teroris di Sulawesi, dalam  pengakuannya mereka juga berafiliasi dengan FPI dan Munarman. Cepat-cepat Munarman menampik kenal. Lihat, pola pengingkaran ini jelas membuat kaum ultrakanan makin ciut nyali dan sempit pula geraknya. Padahal merekalah penyokong utama selain kendaraan partai sebagai sebuah syarat administrasi KPU semata.
Dua kaki telah sangat lemah, tidak lagi cukup mumpuni untuk mampu banyak melangkah. Kondisi yang sangat beraat untuk bisa bicara lebih banyak. Lembaga survey sudah lebih dulu merilis, nama Anies makin jauh dari  persaingan sengit.
Tragisnya lagi, pilkada serentak 24 tetap sebagaimana adanya. Upaya untuk bisa pada 2022 sudah hampir habis, berkeping-keping tidak berbentuk lagi, ketika Nasdem menyerah. Surya Paloh sudah menyatakan fraksi Nasdem ikut pilkada serentak 2024. Pupus sudah harapan Anies jika demikian. mengapa?
Ia hanya memiliki panggung satu-satunya, jabatan gubernur. Kampanye gratis. Mirisnya ia hanya memiliki satu cara dan tidak mempersiapkan rencana cadangan. Ia dan jelas tim politiknya kini kalang kabut. Tidak menyangka FPI dan Rizieq dengan mudah tumbang. Cara satu-satunya adalah menjadikan Jokowi sebagai rival. Mengapa salah?
Ia itu dulu pembantu, menteri Jokowi, diganti dan kini turun menjadi gubernur. Terbaru ia mengatakan tanpa utang kalau menjadi presiden. Jelas  bukan arahnya mau ke mana dan siapa yang disasar. Cepat respon warganet menemukan ia berhutang ketika menjadi gubernur, apalagi presiden.  Begitu banyak rangkaian cerita demikian kalau mau dituliskan, toh bukan inti, hanya salah satu contoh nyata.
Jokowi itu simbol pembangunan  yang disukai media dan massa. Ingat, dua kunci, media dan massa, pada sisi lain ia adalah simbol kegagalan pembangunan fisik. Gagasannya dengan membiarkan Jakarta rusak mau  merusak juga Jokowi, namun malah ia sendiri yang terjerumus. Tidak cukup kuat untuk membalikan keadaan sebagaimana gagasan awal. Sejak menjabat mengambil pola oposan, dan seolah itu jalan satu-satunya.
Penggaung atau pembentuk opini pelan  namun  pasti telah dikebiri dan kini sudah habis. Media sosial cenderung sepi dari habitat yang sama, pengubahan persepsi, mendistorsi fakta, dan kemudian mengarahkan massa sesuai dengan kehendaknya. Kini habis. Tidak ada lagi kekuatan yang sebanding.
Masih bisa "membeli" citra dengan sahih didanai beaya negara, ketika menjabat. Tanpa jabatan, siapa yang mau mendongkrak citra yang sejak  awal memang dibentuk seperti ini. Susah mau berganti haluan, sudah lebih lama ngaco dari pada benernya.
Dua tahun masa jabatan dipegang pelaksana tugas itu bukan tidak mungkin lebih menenggelamkan lagi capaian Anies. Ingat, semua juga paham permainan anggaran, mahoni, balapan tamiya, eh balapan formula elektrik, dan banyak kengacoan lagi sangat mungkin diusut. Anak buahnya selama ini hanya ikut atasan. Toh apakah mereka nantinya mau bertanggung jawab, jika kejaksaan, kepolisian, ataau KPK masuk ke sana?
Selama ini masih berkisar bahwa kebijakan tidak bisa dipidana. Tetapi apakah demikian ketika sudah lengser? Layak ditunggu ke mana muara dan masa depan Anies.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H