Ada Apa dengan AHY?
Abu Janda, meredup pembahasannya. Pro dan kontranya tergantikan oleh panasnya pernyataa AHY bahwa ia akan dikudeta. Jwaban Moeldoko menambah memanaskan keadaan. Jangan dikit-dikit Jokowi, dikit-dikit istana, ini saya Moeldoko, bukan KSP. Ada orang curhat, minta photo, dan  ada isu ini. Keren.
Tentu tidak sepunuhnya demikian juga, namanya juga politik, kita tidak perlu juga senaif itu. tetapi bahwa istana apalagi Jokowi terlibat itu sangat mungkin. Tetapi kalau Moeldoko hanya dicurhati juga terlalu naif, sama kekanak-kanakannya AHY jika percaya seperti itu. tentu tidak senaif dan sepenuhnya demikian.
Tepisan bahwa istana dan Jokowi tidak tahu apa-apa ini menjadi penting. Serangan kepada Jokowi yang selalu diarahkan kepada Jokowi oleh Andi Areif dan AHY-SBY sudah saatnya ditepis dengan keras, bukan dibiarkan. Sama sekali tidak ada kepentingan bagi istana, pun Jokowi dengan keberadaan Demokrat. Suara tidak gede juga, hanya sebuah partai kecil, pemimpin kecil, dan juga masa depan tidak ada.
Surat kepada presiden itu sebenarnya hanya sebuah dagelan politik yang dilayangkan AHY yang tidak cakap, cermat, dan teliti melihat fenoemna dan membaca kondisi internal partai. Â Masalah itu sebenarnya sejak 2017, yang oleh AHY dianggap angin lalu.
Ruhut mengatakan bukan tidak suka AHY, tetapi keberadaannya yang masih minim dan bukan kader itu masalah. bersama Hayono Isman, kalau tidak salah ditendang. Jangan dipikir bahwa yang lain juga tidak merasakan hal yang sama. Namun karena takut dan tidak punya peluang lain pada diam.
Gugata deklarator Demokrat. Kalau tidak salah ingat ada dua atau tiga kali mereka mencoba menggugat keberadaan Yudhoyono yang seolah memiliki Demokrat. Kan awalnya tidak demikian. Â perulangan ini yang kelihatannya oleh AHY dan SBY tidak dilihat dengan cermat dan tegas.
Elitnya pun tidak percaya kepada AHY. Ada pelapora via media percakapan kepada SBY untuk memberikan sanksi karena ada sesama pinisepuh yang merasa difitnah. Ini aneh lagi, siapa ketua umumnya, siapa yang dilapori, dan melalui mekanisme media percakapan. Aneh, lucu, dan naif. Â Masalah ya dibicarakan dengan ketua umum dan pengurus, menggunakan mekanisme partai.
Kudeta, KLB, dan mai gani ketua umum itu sangat jamak terjadi, saya tulis ulang, ada Amien Rais yang sampai membuat partai baru, ia tidak menulis surat, tidak konpres kepada Jokowi, tidak pula menyalahkan Jokowi, padahal biasanya salawi.
Megawati, konon ada keterlibatan bapaknya AHY, dikudeta dan benar-benar kudeta bahkan sampai ada istilah tragedi. Lahirlah PDI-P di kemudian hari. Apalagi Mega bersurat kepada Soeharto? Ya tidak, untuk apa? Mendirikan partai baru  dan lebih militan. Menang pemilu berulang malah pada kondisi yang lain tentu saja. Ada kesetiaan proses dan perjuangan.
Ttrbaru Tommy Soeharto, ini identik, orang tidak pengalaman berorganisasi, mengelola partai bentukan sendiri dengan jaringan membeli. Jelas seperti apa kondisinya, autopilot., meskipun sekjendnya pengalaman toh buyar juga. Kudeta dengan mudah dilakukan dan terjungkal. Apa Tommy bersurat kepada Jokowi? Tidak, atau tidak tahu ada jalan ini mungkin.