Hal yang sama bukan tidak mungkin akan dilakukan oleh para oknum dari Barat untuk kampanye kepentingan dan keuntungan mereka. Ingat, kini Barat sedang "marah, geram, dan jengkel" dengan pilihan-pilihan pemerintah. Hal sekecil apapun bisa menjadi bahan kampanye mereka.
Mengapa perlu sedikit risau?
LGBT dan model demikian, masih sangat sensitif bagi banyak pemahaman orang Indonesia. Lihat bahasan di atas soal MUI menyerukan boikot unilever. Itu juga masih kuat tertanam dalam diri masyarakat lainnya. Â Barat tentu berbeda pemahaman, namun menggunakan itu untuk kampanye kepentingan mereka.
Memang bukan hal yang buruk pewarnaan atap, kolong jalan, ataupun dinding itu, namun kemendesakan, dan fungsi, serta manfaatnya itu sejatinya yang lebih penting. Tidak salah, namun tidak juga benar. Jadi lebih baik dilihat dengan kaca mata tengah, bukan malah pro dan kontra.
Itu tidak mendesak, namun juga tidak ada yang buruk. Atap, jalan, dan pemandangan menjadi semarak. Layak mengurangi pro dan kontra jelas lebih baik. Apa ya tidak capek setiap saat kog hanya diisi dengan perselisihan.
Padahal ada pihak-pihak yang menghendaki demikian.  Bangsa ini kaya dan besar, malah kadang menjadi kecil, kerdil, dan lemah karena mau diperbudak oleh pihak lain yang hanya mencari keuntungan sendiri. Berkali ulang, apalagi jika ingat sejarah penjajahan bangsa ini, begitu lama hanya karena susahnya persatuan. Kini, ketika kemerdekaan sudah ada, sikap itu masih saja demikian. Dimanfaatkan para  pelaku yang mencari keuntungan sendiri dan sesaat. Itu juga termasuk anak bangsa sendiri.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H