Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Anies, Hati-hatilah dengan Warna Pelangi!

24 Januari 2021   10:11 Diperbarui: 24 Januari 2021   10:38 1360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal yang sama bukan tidak mungkin akan dilakukan oleh para oknum dari Barat untuk kampanye kepentingan dan keuntungan mereka. Ingat, kini Barat sedang "marah, geram, dan jengkel" dengan pilihan-pilihan pemerintah. Hal sekecil apapun bisa menjadi bahan kampanye mereka.

Mengapa perlu sedikit risau?

LGBT dan model demikian, masih sangat sensitif bagi banyak pemahaman orang Indonesia. Lihat bahasan di atas soal MUI menyerukan boikot unilever. Itu juga masih kuat tertanam dalam diri masyarakat lainnya.  Barat tentu berbeda pemahaman, namun menggunakan itu untuk kampanye kepentingan mereka.

wikipedia.com
wikipedia.com
Kondisi tidak tenang sangat mungkin bisa kembali menggeliat usai FPI dibubarkan. Hal yang susah payah diupayakan bisa menjadi masalah baru, kala ada peluang yang sangat terbaca dengan luas demikian. sedikit berlebihan memang, namun sekecil apapun peluang untuk menjadi penyebab rusuh, ya sebisanya dihindarkan.

Memang bukan hal yang buruk pewarnaan atap, kolong jalan, ataupun dinding itu, namun kemendesakan, dan fungsi, serta manfaatnya itu sejatinya yang lebih penting. Tidak salah, namun tidak juga benar. Jadi lebih baik dilihat dengan kaca mata tengah, bukan malah pro dan kontra.

Itu tidak mendesak, namun juga tidak ada yang buruk. Atap, jalan, dan pemandangan menjadi semarak. Layak mengurangi pro dan kontra jelas lebih baik. Apa ya tidak capek setiap saat kog hanya diisi dengan perselisihan.

Padahal ada pihak-pihak yang menghendaki demikian.  Bangsa ini kaya dan besar, malah kadang menjadi kecil, kerdil, dan lemah karena mau diperbudak oleh pihak lain yang hanya mencari keuntungan sendiri. Berkali ulang, apalagi jika ingat sejarah penjajahan bangsa ini, begitu lama hanya karena susahnya persatuan. Kini, ketika kemerdekaan sudah ada, sikap itu masih saja demikian. Dimanfaatkan para  pelaku yang mencari keuntungan sendiri dan sesaat. Itu juga termasuk anak bangsa sendiri.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun