"Mas Susy, kayak pastor ya...." itu sapaan Ibu Roselina  ketika berjumpa pada Kompasianival 2016. Lewat lima tahun, masih menjadi sebentuk tanya, apanya yang beliau lihat dari diriku ini yang katanya seperti pastor. Ah sudahlah, bukan hal yang mendasar juga. Ini mengenai perjumpaan langsung, fisik, bukan maya, sebagaimana interaksi dalam media sosial, utamanya Kompasiana.
Berbeda dengan Bapak Tjiptadinata, yang agak kesulitan mengenali saya, pas usai registrasi. Ketika saya memperkenalkan diri, langsung ingat dan paham, wah sudah sering berinteraksi ya padahal. Â Sua pertama dan itu sudah lewat lima tahun yang lalu.
Kini, dalam perayaan pernikahan beliau berdua, saya ingin ikut mangayubagya dengan membuat tulisan kecil mengenai keberadaan beliau di Kompasiana, sependek ingatan, dan sepanjang kebersamaan di Kompasiana tentunya.
Beberapa inspirasi yang boleh saya ambil dan bagikan bagi rekan-rekan Kompasianer,
Kegigihan. Ini yang ada baik dalam menulis ataupun di dalam kisah-kisah yang dibagikan. Bagaimana dari bawah, benar-benar merangkak dan kemudian bisa berkeliling dunia. Ini faktual, bukan fiksi. Kesulitan yang amat dalam kehidupan di pasar, beliau tuliskan dengan amat jernih dan jelas, lugas, tanpa malu-malu. Semua sudah lewat dan selesai. Â Tidak ada dendam dan kemarahan.
Hal yang sama menjadi nyata di dalam aktivitas menulis, target satu artikel per hari atau dua tulisan per hari benar-benar terbukti. Hal yang tidak mudah, untuk bisa konsisten demikian. wajar menjadi rangking pertama dan 51 untuk Ibu.
Sudah usai dengan diri dan masa lalu. Terutama  Bapak Tjiptadinata, bagaimana menghadapi orang-orang yang entah terlahir dengan nafsu mencaci, sebagaimana Kner Tjiptawinata, jelas dengan memlesetkan nama sudah berindikasi tidak baik, toh bisa menjawab dengan elegan dan tanpa emosinal yang berlebihan. Membayangkan Ibu yang di sampingnya dan membaca komentar yang sangat buruk seperti itu, tentu tidak mudah.
Tua itu pasti, namun bijak itu pilihan, beliau sudah mampu menjalani keduanya dengan sangat baik. Salah satunya ya bersikap di dalam dunia media sosial mampu dengan peran ganda tersebut dengan amat baik.
Pribadi pembelajar. Tanpa belajar dan kemauan keras, dengan usai sepuh, beliau jalan-jalan dan menikmati hidup tanpa menuangkan tulisan bisa, toh tidak memilih demikian. Interaksi dengan Kompasianer newbie pun bisa dan santai-santai saja. Semua mengalir dengan sangat wajar. Padahal kadang ada yang bersikap untuk enggan berhubungan dengan yang baru, berbeda kebiasaan, dan banyak hal remeh yang seolah besar untuk bisa berkomunikasi.
Hal yang laik menjadi sarana belajar dan berkembang menuju pola pendekatan berkomunikasi dan berinteraksi dengan sangat cair dan hangat kepada siapapun dan kapanpun.
Yakin akan jalan hidup. Cakramanggilingan, hidup itu berputar. Bagaimana  kehidupan beliau yang memang pernah amat di bawah dan perjumpaan dengan tetangga dan saudara yang tidak semestinya, toh itu sudah lewat.
Pengalaman yang sama, pada tahun 14-15, melihat setiap artikel Bapak Tjip itu hampir selalu HL, dan mendekati akhir 16 hingga kini sangat jarang HL, toh masih saja  rutin menayangkan tulisan dan tetap hadir dengan cara yang sama. Pengalaman hidup nyata juga dilakukan di dalam dunia media sosial dan dunia tulis menulis.
Semangat berbagi, hal yang mendasari aktivitas menulis bisa demikian eksis. Tidak semata menulis namun juga saling mengunjungi dan menjawab komentar. Hal yang sudah saya tinggalkan setahun ini, rasanya tidak ada lagi gaiah untuk bercanda dan saling mengunjungi antarteman. Sudah ada gagasan tahun baru mulai lagi, eh malas juga. Ini yang saya pelajari untuk bertekun dan bersemangat dengan tetap tanpa naik turun.
Orisinalitas tulisan, Bapak dan Ibu Tjiptadinata memajang tulisan amat orisinal. Membacanya enak dan menajdi referensi dan inspirasi bagi generasi muda, terutama yang mau berkeluarga atau sedang membangun keluarga. Pernikahan 56 tahun itu bukan perkara mudah. Onak dan duri biasa datang, namun mampu melewati setengah abad itu tidak banyak.
Di tengah badai hedonis, kesetiaan perkawinan yang hanya di dalam rumah, toh ada saksi dan pelaku hidup yang mampu menjalani itu dengan nyata. Pembelajaran luar biasa, kebersamaan yang amat mendalam, komunikasi yang hangat dan cair dengan sesama Kompasianer, memberikan bukti bahwa komunkasi di dalam keluarga juga demikian.
Terima kasih atas pembelajaran hidup dari Bapak dan Ibu Tjiptadinata, bahagia di peringatan 56 tahun perkawinan, berbahagia bersama keluarga besar, dan tetap berbagi berkat dan kehangatan di komunitas Kompasiana. Berkah Dalem.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H