Prabowo Dilema antara Fadli Zon atau Saras Mengenai Ormas Terlarang
Olok-olok warganet dan juga seolah diterima oleh Fadli Zon, bahwa ia adalah jubir ormas yang baru saja dinyatakan terlarang. Sampai ia mengatakan negara otoriterian karena tanpa peradilan membubarkan ormas. Padahal tanpa mereka memperpanjang izin sudah berarti bubar. Pelarangan ya karena mereka tidak perizin dan rekam jejaknya tidak cukup baik untuk bisa tetap berjalan.
Fadli Zon pasti tahu dan sepakat dengan Saras sebagai pimpinan Gerindra yang menyetujui pembekuan bahkan pelarangan ormas itu, dengan alasan negara perlu damai untuk membangun. Identik dengan pernyataan terbaru Ridwan Kamil yang mengatakan hal yang sama. Negara perlu damai. Mengenai pendapatnya yang lalu, beda ulasan ya...
Apa yang ditampilkan Gerindra dengan dua wajah, ada faksi Saras dengan narasi setuju, dan sisi berbeda Fadli Zon dengan wacana khasnya. Olok-olokan dan tuntutan soal dua kursi menteri wajar dikemukakan, baik para pendukung apalagi jika itu parpol pengusung presiden dan wakil presiden. Konsistensi itu menjadi penting, mau namanya politik itu cair, mau kepentingan dalam politik itu tidak ada yang abadi, toh masih dan harus ada yang namanya konsisten.
Suka atau tidak, memang ada dua kubu dan faksi. Ini realitas yang ada. Prabowo sendiri, cek di rekam jejak digital ada, pada kisaran Februari 18 pernah mengatakan kalau ia tidak mampu, kesulitan untuk mengendalikan Fadli Zon. Ketua Umum Gerindra itu ada tiga pernyataan yang layak untuk dicermati.
Pertama, Fadli Zon adalah pimpinan dewan. Itu artinya jabatan elit, tinggi, dan Prabowo mengakui ia ada "di bawah" Fadli Zon. Meskipun juga semua paham kalau siapa yang menunjuk menjadi pimpinan itu tetap atas restu dan perkenannya Prabowo.
Dua, di dalam partai mau pimpinan dewan, mau siapapun, toh bosnya Prabowo. Jelas apa maksudnya dengan itu. toh Fadli sepanjang masih ada di partai Gerindra tetap tunduk dan akan patuh pada Prabowo.
Tiga, pernyataan kontroversial itu diperlukan dalam alam demokrasi. Bisa dan sangat boleh berlaku demikian. Demi mendapatkan  vote dan pilihan, ketenaran dan kontroversi adalah salah satu pilihan. Namun ingat, itu konteksnya kan pas posisi oposan, bukan bersama pemerintah.
Lebih pas dan menarik adalah apa yang dinyatakan elit sekaligus keponakan Prabowo, Saras yang mengatakan pemerintah tepat membubarkan ormas demi kedamaian bangsa dan negara. Ingat apa yang dimaui adalah keadaan lebih damai. Mengapa?
Rekam jejak yang ditampilkan ormas tersebut selama ini adalah bukan kedamaian, lebih cenderung menciptakan perselisihan, kalau tidak malah permusuhan dan memperbesar masalah yang sejatinya bisa diselesaikan. Salah satu kekhasan mereka adalah pengerahan massa. Perlu diingat, akhir tahun lalu mereka mengepung rumah ibunda Menkopolhukam, ingat, garis bawahi ibu dari menteri.
Apa kaitan kebijakan menteri dan ibunya coba. Jika tidak suka atas pilihan Pak Mahfud ya katakan, bukan malah menggerudug ibundanya yang sudah sepuh. Itu hanya satu dan terbaru kelihatannya akan yang terakhir. Rekam jejak mereka panjang soal itu. kedamaian ala Saras dan Ridwan Kamil lebih mendekati faktualisasi jika dilarang keberadaannya.
Peradilan, kepolisian, dan aparat sering ciut nyali ketika mereka melakukan aksi. Pengerahan massa dan bukan tidak mungkin akan timbul kerusuhan. Kembali rekaman peristiwa yang menyangkut mereka sangat panjang.
Ke mana Prabowo? Salah satu tugas utama Menhan jelas adalah soal keamanan, mau luar atau dalam asalnya rongrongan atau gangguan , tetap saja stabilitas dan kedamaian itu menjadi prioritas. Bagaimana pertanggungjawabannya sebagai pejabat publik atas provokasi salah satu orang terdekatnya? Ini bukan soal kontroversial bumbu demokrasi semata.
Potensi aksi terorisme bukan barang sederhana dan sepele. Kaitan banyak, salah satu adalah pidato dan pengakuan berafiliasi pada DAESH, yang diputar dalam konperensi pers soal sikap resmi, final, dan puncak mengenai ormas ini oleh pemerintah. Jelas arah dan afiliasi mereka. Pun penangkapan demi penangkapan pelaku dan calon pelaku banyak yang berkaitan dengan ormas ini.
Ali Imron, salah satu anggota teroris bersama Imam Samudra, mengatakan  susahnya menjadi agen deradikalisasi seperti dirinya adalah, masih banyaknya penganut dan bahkan provokator bahwa teroris itu rekayasa. Atau dalam bahasa lain masih ada yang memberikan oksigen bagi pergerakan teroris yang sudah sangat terdesak dan ngap-ngap karena nafasnya mau putus. Salah satu ya model Fadli Zon ini, yang membela bak babi buta hanya karena mau berbeda dengan apa yang pemerintah putuskan.
Oposan dan berbeda pandangan, pilihan, pendapat itu sah dan bahkan bagus dalam alam demokrasi, tetapi bukan ngasal berbeda dan waton sulaya. Konteks-konteks kritis seperti terorisme, bahaya negara, sangat nai bicara demokrasi. Ini sama saja ada rumah terbakar malah bicara airnya kotor nanti membuat gatal tangan dan badan. Rumah kadung habis masih berdebat airnya membuat gatal atau tidak.
Membedakan mana yang pokok dan tidak saja masih pada bingung. Bagaimana bicara solusi, kepemimpinan, dan pemerintahan. Hal yang mendasar saja masih ngaco.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H