Musik dan Kehidupan
Entah, susah juga mau komentar apa, karena saya memang tidak memiliki telinga yang ramah musik. Kecerdasan musik saya rendah, selain pengaruh luka batin. Sangat susah jika bicara nyanyi, nyanyian, dan musik bagi telinga dan otak saya. Toh dari yang sedikit itu, masih ada kekecualian, dan itu sangat istimewa mungkin.
Sebenarnya memang di keluarga, terutama anak-anak, saya dan kakak-kakak jauh dari jiwa musik. Tiap pemilihan anggota koor hampir pasti tidak terikut. Padahal bapak almarhum dan ibu jago nembang, entah ke mana menguapnya talenta suara mereka yang keren. Jarang diperdengarkan juga sih.
Padahal wayang menjadi teman semalam suntuk sare bapak dulu, selalu ada suara radio menyiarkan wayang. Kog ya tidak membuat suka dan malah ada luka pula.
Kisah luka batin ini terjadi di sekolah dasar, kelas lima, tiap pelajaran menyanyi, oleh almarhum ibu guru itu, mulut saya dipegangi. Jari dan kukunya yang bercat merah masih demikian lekat dalam benak saya hingga detik ini. Memang tidak lagi membuat keringat dingin dan pucat, dag dig dug, dan marah lagi, tetapi ketrampilan menyanyi, ketakutan untuk menyanyi masih relatif sama.
Pimpinan studi saya mengatakan, jika saya seperti orang memulai renang kala menyanyi, pada saat memulai gelagapan, padahal berikutnya ya biasa. Ketakutan dipegangi bibir itu berdampak sangat panjang, berpuluh tahun kemudian masih terjadi. Padahal si guru almarhum itu mana pernah berpikir sebesar itu dampaknya bagi saya.
Kini, di tengah luka masa lalu itu, toh tidak akan bisa diulang dan dibantah, disangkal, atau apapun. Semua fakta, telah terjadi, hanya upaya sendiri yang bisa menyelesaikan. Â Melangkah itu ke depan, bukan ke belakang dan hanya diam dan meratap.
Musik dan meditasi.
Identik dengan tulisan kemarin, kini musik itu pun berfungsi mengiringi meditasi, tidak semata pergantian tahun. Musik instrumental klasik yang sangat membantu bagi keheningan dalam menuju kepada kesadaran diri dalam meditasi.
Dua hal sekaligus, menyembuhkan luka batin sendiri, dan dalam komunitas Shambala yang diinisiasi Kner  lawas Rudy Sebastian, ada kegiatan rutin tiap hari mengirimkan energi untuk penyembuhan bagi banyak pihak. Menyembuhkan diri dan sesama sekaligus.
Memberikan efek yang menenangkan, menenteramkan, sehingga memudahkan di dalam  mencapai keheningan. Satu rangkaian yang penuh makna untuk banyak manfaat.