Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Musik dan Kehidupan

28 Desember 2020   21:38 Diperbarui: 28 Desember 2020   21:42 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Musik dan Kehidupan

Entah, susah juga mau komentar apa, karena saya memang tidak memiliki telinga yang ramah musik. Kecerdasan musik saya rendah, selain pengaruh luka batin. Sangat susah jika bicara nyanyi, nyanyian, dan musik bagi telinga dan otak saya. Toh dari yang sedikit itu, masih ada kekecualian, dan itu sangat istimewa mungkin.

Sebenarnya memang di keluarga, terutama anak-anak, saya dan kakak-kakak jauh dari jiwa musik. Tiap pemilihan anggota koor hampir pasti tidak terikut. Padahal bapak almarhum dan ibu jago nembang, entah ke mana menguapnya talenta suara mereka yang keren. Jarang diperdengarkan juga sih.

Padahal wayang menjadi teman semalam suntuk sare bapak dulu, selalu ada suara radio menyiarkan wayang. Kog ya tidak membuat suka dan malah ada luka pula.

Kisah luka batin ini terjadi di sekolah dasar, kelas lima, tiap pelajaran menyanyi, oleh almarhum ibu guru itu, mulut saya dipegangi. Jari dan kukunya yang bercat merah masih demikian lekat dalam benak saya hingga detik ini. Memang tidak lagi membuat keringat dingin dan pucat, dag dig dug, dan marah lagi, tetapi ketrampilan menyanyi, ketakutan untuk menyanyi masih relatif sama.

Pimpinan studi saya mengatakan, jika saya seperti orang memulai renang kala menyanyi, pada saat memulai gelagapan, padahal berikutnya ya biasa. Ketakutan dipegangi bibir itu berdampak sangat panjang, berpuluh tahun kemudian masih terjadi. Padahal si guru almarhum itu mana pernah berpikir sebesar itu dampaknya bagi saya.

Kini, di tengah luka masa lalu itu, toh tidak akan bisa diulang dan dibantah, disangkal, atau apapun. Semua fakta, telah terjadi, hanya upaya sendiri yang bisa menyelesaikan.  Melangkah itu ke depan, bukan ke belakang dan hanya diam dan meratap.

Musik dan meditasi.

Identik dengan tulisan kemarin, kini musik itu pun berfungsi mengiringi meditasi, tidak semata pergantian tahun. Musik instrumental klasik yang sangat membantu bagi keheningan dalam menuju kepada kesadaran diri dalam meditasi.

Dua hal sekaligus, menyembuhkan luka batin sendiri, dan dalam komunitas Shambala yang diinisiasi Kner  lawas Rudy Sebastian, ada kegiatan rutin tiap hari mengirimkan energi untuk penyembuhan bagi banyak pihak. Menyembuhkan diri dan sesama sekaligus.

Memberikan efek yang menenangkan, menenteramkan, sehingga memudahkan di dalam  mencapai keheningan. Satu rangkaian yang penuh makna untuk banyak manfaat.

Artinya,  tidak melulu pergantian tahun saja dengan musik ini, namun juga di dalam banyak moment masih bisa bermanfaat. Pergantian tahun itu sejatinya hal yang sama saja setiap tahunnya. Bagaimana setiap hari dan setiap waktu itu adalah anugerah itu yang terpenting.

Memberikan dan memprioritaskan waktu-waktu tertentu itu baik-baik saja, dan boleh, asal tidak berlebihan dan malah menghabiskan energi, waktu, apalagi perilaku yang tidak bermanfaat, seperti mabuk-mabukan, pesta yang menghambur-hamburkan banyak hal, di tengah keprihatinan, atau malah free seks atas nama cinta pula.

Pesta, begadang, atau juga minum itu boleh-boleh saja, asal masih dalam taraf terkontrol dan tidak kemudian mengorbankan banyak kepentingan apalagi masa depan. Moment tahun baru diisi dengan pesta kecil-kecilan dengan musik sih masih lah wajar, asal bukan karena hutang atau meninggalkan hutang.

Kadang orang terjadi pada hidup  yang bergaya sehingga jadi mati gaya, tidak perlu juga memaksakan untuk bisa seperti orang, kalau memang tidak memiliki bekal. Sama juga dengan musik, tidak semua bisa memainkan, atau menikmatinya sekalipun.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun