Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Tiga (3) Periode dan Potensi Masalahnya

28 Desember 2020   14:21 Diperbarui: 28 Desember 2020   14:45 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kini, wacana perubahan atau amandemen UU digulirkan, ini bisa menjadi preseden buruk di kemudian hari. Bagaimana jika kebetulan presidennya itu ngeselin, buruk, dan tidak bisa bekerja, padahal ia memiliki daya dan segala hal untuk membuat rekayasa kemenangan di tangannya. Hayo, mosok mau revisi atau amandemen lagi.

UU dan peraturan itu dibuat memang terbuka untuk diperabaiki, diubah, namun tentu dengan pertimbangan yang masak. Jokowi benar baik, namun apakah menjamin akan terus demikian dengan penggantinya pada masa mendatang? Sama saja belum jelasnya. Mengapa tidak taat saja dengan perundangan yang ada, sehingga negara ada jaminan.

Toh pengganti yang sama baiknya tidak kurang-kurang. Ketakutan dan kecemasan sebegaimana Jakarta itu wajar dan sah-sah saja, tetapi tidak selalu demikian. Ada daerah lain yang pemimpin baik diganti dengan baik juga, ini sebagai pembelajaran yang baik juga tentunya.

Jokowi dua periode saja musuhnya begitu banyak, apalagi jika lebih. Mau sampai kapanpun, kelompok yang tidak suka itu tidak akan berganti menjadi pendukung.

Lihat saja rival mereka dalam pilpres masuk kabinet saja tetap yang mengaku pendukung mereka sama kog sikapnya, lebih galak lagi, karena memang beda kepentingan. Barisan sakit hati, masa lalu yang mau kembali, dan mempertahankan kebiasaan, kekayaan, dan enaknya jabatan enggan dengan pemerintah yang mengganggu  mereka.

Dua periode itu baik, memang tidak akan ada yang sempurna. Padahal yang jauh lebih mendesak adalah membangun sistem, jadi bukan ganti pejabat ganti kebijakan. Jika demikian memang bisa merusak apa yang dilakukan pendahulu, jika pemerintahan itu ternyata berbeda kubu.

Buat saja laiknya GBHN dan Repelita-Pelita, jadi presiden hanya menjalankan apa yang sudah digariskan oleh sebuah peta pembangunan negara ini. Gagasan sendiri dan pemerintahannya bisa dimasukan selaras dengan apa yang ada di dalam peta pembangunan itu.

GBHN dan Repelita-Pelita itu tidak salah, yang keliru adalah pelaku dan pelaksananya. Jika demikian, sistem yang bekerja, mau orangnya ganti seribu kali, yo tidak akan ada perubahan signifikan. Keberadaan pemimpin adalah mengimplementasikan keadaan-keadaan mendadak, kontekstualisasi dengan perkembangan zaman saat itu. Contoh pandemi, bencana alam, atau gagasan-gagasan segar untuk jangka waktu itu, di mana ia menjabat.

Jangan khawatir tidak ada pekerjaan, gagasan, dan program jika ada sebuat rancangan atau peta pembangunan. Menjalankan rencana dan rancangan yang ada, mengawal sampai tercapai dengan baik itu juga pekerjaan. Toh akan selalu ada keputusan yang perlu dibuat setiap waktunya, itu saatnya untuk junjuk kemampuan.

Susah berubah jika ganti pemimpin ganti program, atau malah merusak yang sudah ada. Belum lagi jika malah hanya mencari-cari kesalahan pemerintahan sebelumnya. Ribet.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun