Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Takut Ketawa ala Indonesia, Senggol Bacok Kacang Ijo Kaesang

26 Desember 2020   21:17 Diperbarui: 26 Desember 2020   21:27 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Takut Ketawa ala Indonesia, Senggol Bacok, antara Kaesang dan Pemburu Jabatan

Mati ketawa cara Rusia sangat menghibur. Pas SMP  ada teman yang selalu memberikan pinjaman buku saku mengenai humor yang diberi judul Mati Ketawa ala Rusia. Macam-macam kelucuan yang ada di sana. Miris, akhir-akhir ini, justru negara ini penuh dengan polemik yang ujungnya adalah kadang kekerasan. Minimal kekerasan verbal. Kata-kata makian dengan amat ringan terlontar.

Cebong kamret, kadrun, dungu, aneka makian yang dengan sangat ringan begitu saja terlontar dalam interaksi media sosial terutama. Perbedaan akan menjadi perselisihan dan berakhir pada pokoknya dia yang paling benar.  Katanya budaya adiluhung itu sudah sirna berganti dengan cara bersikap menang-menange sendiri.  
Orang lain harus paham, mengerti, dan mau ikuti pendapatnya. Model pendekatan demikian akan bermuara pada dikotomi yang sangat kuat, kutub yang pada puncaknya saling membenci dan nanti narasi kecurangan, mendzolimi, dan sejenisnya. Penistaan, penista, dan aneka saling merendahkan seolah adalah prestasi.

Saatnya tertawa bagi hidup bersama kita. Ada dua kisah lucu sebenarnya jika mau menggunakan itu sebagai hiburan, bukan malah menjadi polemik. Bagaimana memandang sesuatu dan memaknainya adalah penting. Satunya memaki, kalau dihadapi dengan emosi tinggi, ganti dengan kemarahan akan menjadi-jadi dan malah rusak semua. Menang jadi arang kalah jadi abu.

Terlalu sering dalam hidup ini, paradigmanya adalah menang kalah, siapa yang menguasai dan dikuasai. Padahal bisa diubah menjadi menang-menang dalam berelasi. Ada pengampunan dan mengalah,  bukan kalah. Itu adalah kualitas, mau menyerahkan sebagian hak untuk memahami pihak lain. Toleransi.
Vaksin menjadi polemik tak habis-habis. Info vaksin akan datang, banyak anjuran dan paksaan untuk gratis. Benar terjadi bahwa pemerintah memberikan vaksin secara gratis. Eh muncul lagi bahan keriuhan, katanya vaksin merk itu tidak terjamin, minta Presiden Jokowi yang pertama, sebagai contoh dan bukti.

Sanggup presiden untuk mendapatkan suntikan yang pertama, lagi gagasan ngaco datang, harus live dan tidak boleh diedit. Tidak perlu ditanggapi, karena nanti akan ada lagi gagasan-gagasan waton sulaya yang tidak ada habis-habisnya.

Mayan gagasan Kaesang, di mana ia mengatakan, apakah akan ada bubur kacang hijau usai vaksin. Ini candaan untuk mengenang masa kecil. Selesai vaksin atau imunisasi diberi bubur kacang hijau. Selera humor itu memang tidak mudah, ketika orang dikuasai iri, kebencian, curiga, ya sudah.

Padahal sikap curiga, iri, apalagi kebencian itu ranahnya spiritualnya rendah. Padahal sisi yang bersikap demikian, biasanya mengaku dirinya agamis. Minimal dengan atribut pakaian dan kata-kata, jangan minta bukti perbuatan.

Dua, Roller Coaster Jabatan

Lucu jika melihat perilaku politikus di sini. Sudah nyaman menjadi menteri, eh malah turun kasta menjadi gubernur. Wakil gubernur malah jadi menteri. Pimpinan MPR kalah menyoba peruntungan setingkat pimpinan daerah tingkat satu. Ada mantan menteri menjadi walikota juga tidak terdengar kiprahnya. Karir itu kan umumnya naik, meningkat, bukan malah degradasi dan meluncur deras kek ular tangga saja.

Dua sisi mengapa ular tangga jabatan ini terjadi, pertama itu obsesif. Karena pernah gagaldalam pencalonan, kemudian gagal dengan berbagai sebab. Toh ketika sudah ada jabatan lebih tinggi, tawaran untuk memenuhi hasrat membuktikan kegagalan itu tetap saja diulang.

Konsekuensi atas ini adalah visi dan misi sangat lemah. Orientasi adalah  pembuktian semata, jadi sangat mungkin  usai terpilih jadi kaget dan tidak ada gagasan untuk membangun. Perlu kesadaran.

Motivasi kedua, gila kuasa, sudah gagal di tingkat lebih tinggi, mencoba yang lebih rendah, biasanya juga sama gagalnya. Kondisi perpolitikan yang memang sangat kucu dan ngaco. Mereka ini biasanya selain tidak memiliki visi juga tidak memiliki inovasi, hanya sensasi yang diberikan, pokoknya  menjalankan tugas, soal hasil bukan lagi pertimbangan.

Waktunya tertawa dan menertawakan diri bersama Kaesang dan politik roller coaster, di mana perilaku lucu yang kadang malah mengalahkan Srimulat tersaji dengan luar biasa menggelikan, namun ditampilkan dengan wibawa birokrat dan politikus yang maaf naif.

Memang masih harus dijalani, dan itu perlu kekuatan batin menghadapinya. Kekanak-kanakan yang dilakoni para sepuh jauh lebih menggelikan. Proses yang harus dengan sabar dijalani dan dihadapi.

Terima kasih dan salam
Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun