Ketiga, independensi AHY sangat meragukan. SBY masih demikian kuat menampilkan citranya. Siapa yang mau percaya dan memberikan jabatan kepada relasi anak-bapak demikian. Lihat  terbaru, pernyataan SBY mengenai covid dari London yang jauh lebih menular. Suka atau tidak, ini adalah upaya SBY mendikte pilihan pemerintah.
Pemerintah itu dilengkapi dengan segala keperluannya dan di bawah UU, ada intelijen, riset, ahli segala ahli. Mereka tentu saja memberikan nasihat dan masukan, sangat kompleks dan luas, bukan semata satu sisi. Mungkin Pak Beye lupa, ini juga berdampak pada AHY dan pihak lain menilai AHY.
Keempat, jelas dan gamblang ia adalah calon presiden dan minimal wakil presiden. Usai kalah pilkada, brand itu lebih gede dan tampak dengan sangat jelas, lugas, dan terus terang ditampilkan. Lupa mengenai kapasitas pribadi dan juga suara partai yang tidak cukup signifikan. Suka atau tidak ini menjadi kendala dan masalah. Rival politik  tidak takut dengan keberadaan AHY dan Demokrat.
Sikap dan perilaku Demokrat dan SBY-AHY ini seperti abg yang pedekatenya menyakiti, meledek, membully, padahal aslinya mau. Padahal Presiden Jokowi tentu tidak lepas dari kepentingan PDI-Perjuangan. Tetap saja konsultasi pada ketua umum dan partai dilakukan dan akan menjadi  pertimbangan.
Oposan itu tidak salah, bagus malah, tetapi ketika masih ngarep dalam kebersamaan tentu akan lebih baik jika komunikasi politiknya diperbaiki. Sikap respek itu juga penting. Ingat menghormati itu tidak hanya klaim, namun juga sikap. Menghadapi isu-isu krusial jelas menentukan seperti apa yang laiknya ditampilkan.
PDI-P sebagai gerbong utama, sangat mungkin tidak rela jika memberikan karpet merah untuk AHY. Mengapa untuk Sandi Mau? Ah bisa menjadi bahasan pada artikel lain. Kondisi masa lalu yang pernah membuat dingin antara SBY dan Mega, pun sikap Sandi selama ini juga masih pada koridor yang lebih cair, lebih mudah untuk masuk, dari pada AHY dan Demokrat.
Lihat juga cara P3 periode kemarin, mereka bisa masuk dengan relatif baik, dan tanpa beban. Berbeda dengan pilihan Demokrat. Mau tapi malu.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H