Lagi-lagi Politikus ini Tidak Masuk Kabinet
Presiden Jokowi telah secara resmi mengumumkan penggantian kabinet, esok hari secara sah dilakukan pelantikan. Ada enam nama baru masuk, dua menggantikan posisi yang tertangkap KPK dan empat nama lain muka baru menjabat menteri. Sejak tadi pagi, berseliweran daftar nama-nama, ada yang seolah merombak kabinet, karena begitu banyak nama yang berganti.
Siang hingga sore ada versi lain lagi. Spekulasi itu akhirnya berakhir ketika presiden secara resmi mengumumkan siapa-siapa yang akan menjadi menteri baru dan dilantik pada tanggal 23 besok. Paling menarik itu posisi Menteri Sosial, karena kader PDI-Perjuangan, kena tangkap KPK, sosok yang paling santer menjadi pembicaraan adalah Tri Rismaharini. Harapan publik terjawab sudah dan memang benar masuk.
Salah satu daftar nama yang masuk dalam percakapan media sosial ataupun media percakapan adalah AHY. Ternyata lagi-lagi tidak masuk dalam daftar menteri yang akan membantu Presiden Jokowi untuk hampir empat tahun ke depan. Cukup menarik untuk dilihat mengapa lagi-lagi AHY tidak ikut gerbong pula kali ini.
Pertama, ini adalah soal 24 juga. Sebisa mungkin, PDI-Perjuangan sebagai gerbong utama juga melakukan seleksi. Siapa-siapa yang bisa menjadi rival yang bisa membahayakan agenda pilpres nanti. Ini sangat mungkin dan sah-sah saja. Tidak ada yang salah dengan pola pendekatan demikian.
Padahal pada sisi yang lain, Demokrat sangat mungkin maunya AHY adalah capres atau cawapres. Pengalaman tidak enak dengan SBY kala lalu tetap saja menjadi karang penghalang dalam relasi politis ini. Katanya politik itu cair, tidak ada yang abadi dalam politik, iya, itu sangat mungkin, tetapi tetap saja para pelakunya bisa sangat tertutup pada pihak tertentu.
Kedua, sikap. Ada dua sikap yang sangat jelas terbaca publik bagaimana Demokrat itu menampilkan diri. Partai memperlihatkan diri sebagai oposan utama. Dalam banyak isu dan kesempatan mereka memberikan kesan jelas bahwa di luar agenda pemerintah.
Lihat soal pandemi mereka menghendaki lockdown, padahal jelas-jelas pemeritah memilih dengan pembatasan. Pertimbangan ekonomi dan kemampuan untuk menanggung beban itu tidak mudah. mengenai UU Cipta Kerja, padahal sejak era SBY sudah ada upaya itu. Tiba-tiba mengatakan menolak, dan lucunya itu ada pada penghujung, bukan sejak awal pembahasan.
Itu jelas sikap partai Demokrat yang disampaikan secara langsung, resmi, dan atas nama partai politik. Fraksi di dewan pun demikian. Sah itu sikap partai.
Personal dari para elit Demokrat. AHY berkali ulang menyatakan pendapatnya yang tidak sepemahaman dengan pilihan dan juga kebijakan pemerintah. Selain sama dengan poin partai di atas, juga ada yang berbeda.
Sikap ini terutama diperlihatkan  oleh ketua badan pemenangan  mereka, Andi Arief. Isu-isu terbaru mereka goreng dengan sangat panas. Terbaru mengenai Gibran dan tas bansos. Naif padahal kalau mau berpikir jernih.