Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Vaksin Gratis dan Kemarahan Makelar

19 Desember 2020   10:44 Diperbarui: 19 Desember 2020   10:47 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Vaksin gratis itu memang membuat puyeng banyak kalangan. Negara ini biasa dikuasai makelar. Kacang hijau habis, teken surat, dalam seminggu pasar sudah banjir produk itu, ternyata kapal sudah masuk perairan dan tunggu legalisasi dan bongkar barang. Hal yang sama dalam segala komiditi demikian, lombok, beras, daging, dan kini vaksin pun relatif sama. Petualang, makelar, dan pedagang pencari fee sudah ancang-ancang, menghitung uang yang mau menebalkan rekening. Bayangkan kebutuhan vaksin untuk 260 juta warga lebih, siapa yang tidak ngiler.

Lihat saja bansos saja minta fee Rp. 10.000.00, per kantong. Hanya untuk berapa juta bingkisan. Lha  ini 260 juta warga, bisa-bisa nanti akan ada penelitian harus sekian kali, kan mayan nambah lagi. Mereka inilah yang marah dan kemudian memojokan pemerintah dengan segala aksi dan lontaran mereka.

Baru pengadaan, belum nanti ribut dan rebutan distribusi, pelaksanaan, dan pasti heboh lagi dan lagi. Senengnya heboh dan ribut karena energinya berlebih, tidak untuk bekerja. Lihat Presiden Jokowi yang kerja terus tidak banyak mulut. Berbeda dengan pejabat atau mantan pejabat yang tidak bisa kerja, pasti lebih banyak bicara dan membuat gaduh.

Bangsa ini sangat besar, sayang diribeti oleh tipikal feodal yang enggan kerja tapi maunya dapat bagian gede. Cek saja orang-orang yang biasa main proyek akan tahu seberapa banyak makelar ini dapat tanpa kerja dan kadang malah menghambat yang bekerja.

Tipikal makelar bukan pekerja, membuat kesulitan demi mendapatkan fee itu bagian kerjanya. Lebih baik sekalian jadi calo dari pada nyambi pejabat atau pengusaha tapi mental makelar. Tabiat negara feodal dan sisa-sisa jajahan masiih demikian kuat. Miris.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun