Lonte Teks dan Konteks antara Iwan Fals , Rizieq Shihab, dan Maaher
Masih cukup hangat pembicaraan kata yang satu ini. Miris sebenarnya memakainya, dalam judul pula. Saya tukang mengumpat dan misuh, tetapi satu itu, tidak. Demi sebuah artikel yang harus obyektif dan apa adanya, ya mau tidak mau  menggunakannya.
Pentingnya teks dan konteks dalam penggunaan kata, waktu, tempat, dan latar belakangnya. Paling tidak ada tiga penggunaan kata ini, dalam konteks yang sangat berbeda, dan tentu saja malah bisa bertolak belakang. Keduanya sama persis lonte, satunya kupu-kupu malam. Mari kita lihat bersama.
Kupu-kupu Malam Titik Puspa
Yang berkali ulang direkam dan diaransemen oleh penyanyi lain. Sejak tahun 1977 lagu itu demikian, tanpa menimbulkan riak kemarahan, ketakutan, dan kecemasan bagaimana jika anak-anak mendengar dan menyatakan kata itu. Hal yang lumrah dan wajar.
Sejarah lagunya, ternyata itu mau mengisahkan seorang perempuan yang rindu mendapatkan pasangan yang saling mencinta dengan segala keterbatasan si perempuan. Ia menjual dirinya demi membayar hutang dan suaminya pergi. Nuansa yang jelas sama sekali tidak akan mudah dipahami, dijelaskan, apalagi hanya karena membaca, atau mendengar kata orang. Demikian Eyang Titik mengisahkannya.
Lonteku-nya Iwan Fals.
Remaja laki-laki, sambil gitaran menyanyikan lagu ini juga biasa, tanpa ada hardikan dari si bapak atau Pak RT, Â atau emaknya. Penggambaran cinta dan ucapan terima kasih kepada seorang pelacur yang menyelamatkan si tokoh laki-laki dalam kisah Iwan Fals.
Teksnya sama, pelacur, sama pula dengan si kupu-kupu malam, meskipun latar belakang tidak diceritakan, toh mereka itu saling mencintai, apapun latar belakangnya. Pemujaan dan cinta.
Lonte Maaher dan Rizieq
Kemarahan dan makian kepada "rival" yang ia nilai demikian. Tidak sepersis itu juga, hanya si pengucap dan Tuhan yang tahu. Tetapi bisa diperkirakan jika nada itu mau merendahkan paling rendah dari si penutur kepada pihak yang ia sasar. Konteks, Â bahasa tubuh, dan cara berujar, berbeda dengan contoh satu dan dua. Wajar ketika hal itu juga berdampak kepada kemarahan pihak lain.