Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Untung Ada Jokowi

17 November 2020   11:32 Diperbarui: 17 November 2020   11:35 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Untung Ada Jokowi

Beberapa hari ini, para pendukung Jokowi mulai mengungkapkan kejengkelannya. Aneh dan lucu jika mau sabar sedikit melihat fenomena yang terjadi. kesuksesan iklan sabun cabang sebelah yang mau memisahkan Jokowi dan pendukungnya mulai panen. Kegalauan ini sejak UU Ciptaker yang memang banyak permaian dan kepentingan yang ujung-ujungnya memang memojokan presiden.

Acara keagamaan dan pernikahan dikritik, langsung saja menyebut pilkada dan nama putera Jokowi yang menjadi sasaran. Padahal banyak pula kampanye dan aksi pilkada lain, memang sasarannya jelas siapa. Pion-pion ini kan bekerja dan bersuara keras dan lantang. Soal pemesan duduk di balik ruangan mewah mereka sambil sembunyi. Lapangan sukse mereka turun panggung dan menglaim karena jasa mereka.

Masalahnya, kalau gagal? Pion dan anak buah bidak ini siapa yang bertanggung jawab? Ya Jokowi lah. SOP-nya kan begitu. Mau lewat tol, lewat sungai, lewat laut, lewat udara, satu tujuannya Jokowi. Benar dijadikan salah, apalagi salah ya sudah pasti Jokowi. Lengser pokoknya.

Bayangkan, kalau Jokowi turun tangan, pasti akan menjawab intervensi, itu kewenangan daerah, kepala daerah yang memberikan izin, disposisi, atau apapun pokoknya, Jokowi keliru. Ketika daerah dan kepala daerahnya diam saja, memberikan izin sekalipun,  kembali Jokowi ki piye, pemerintah lemah, ngdepin ormas saja gagal. Itu namanya lhadhuk.

Mereka pinter memainkan narasi. Sekali dayung dua pulau terlampaui. Kali ini cukup sukses, toh tidak guna, wong legitimasi pemerintah bukan kata pendukung apalagi oposan. Berbeda ketika mau pemilu itu bisa berdampak banyak. Apa juga gunanya berulah demikian, demi mau mendegradasi nama baik, atau mau melengserkan pemerintah, itu tidak mudah. Era berganti jangan main sama dengan waktu-waktu lampau.

Kesalahan Jokowi

Entah ini salah, atau karena pilihan. Selalu mendiamkan saja perilaku nglamak, ngelunjak, dan tidak tahu adat. Pola pikir yang demokratis sejatinya, tetapi di tengah manusia-manusia nirotak, yang maunya pokok e, ya susah.  Hal demikian kalau tidak diselesaikan, kasihan penggantinya, apalagi presiden mendatang baperan.

Sekali saja bersikap tegas dan lugas, ingat seperti kasus Hambalang, membuat SBY diam seribu bahasa. Menjawab demikian kadang-kadang penting. Asal tidak terlalu samar. Ada kejelasan yang terpampang. Maklum rakyatnya masih pinjam istilah Prab, masih belum pintar.

Tidak semua hal perlu direspon memang benar. Konsentrasi bekerja dan bekerja, tetapi rakyatnya masih kepo dan sotoy, perlu ada kejelasan sikap. Memang akan menghabiskan energi, apalagi anak buahnya, kabinet apalagi parpol enggan andil sama sekali.

Kabinet dan parpol selalu saja gagap menghadapi serangan. Semua dibiarkan Jokowi menahan itu sendirian. Mendagri, polisi mentereng lho, diam saja melihat kepala daerah, ntrunyak seperti itu. apalagi partai politik, jangan harap banyak. Di daerah DPR-D-nya setali tiga uang, atau jangan-jangan tidak tahu tugasnya juga.

Selama ini selalu terulang, antara kinerja yang memang berat, plus tugas yang tidak dipahami, juga memang terlalu banyak hal yang diserbukan bersama-sama. Oposan kelas jalanan ini paham betul. Serbuan bertubi-tubi pasti membuat gagap dan kemudian ada serangan lanjutan.

Hal yang bagi Jokowi itu memang tidak penting, tetapi energi bangsa ini habis hanya untuk hal yang sepele. Mengapa demikian?

Ara bohor itu tidakbekerja. Uang mereka hasil malak, maling, dan cuci uang sudah banyak. Ada pula yang menggerakan uang mereka. Nah waktu kosong ini mereka asyik mempermainkan negeri. 

Bukan sekadar iseng, namun mengamankan aset, usaha, dan juga jalur yang mereka rintis, upayakan selama ini bisa tetap menjamin masa depan anak --cucu-cicit mereka tentu saja.

Kasihan pion-pion yang tidak tahu apa-apa, korban cuci otak dan indoktrinasi ngaco ke mana-mana, muaranya Jokowi salah, lengserkan, dan ganti. Miris sebenarnya wong mereka ini sama sekali tidak tahu kebenarannya. Karena sudah terdoktri pokok e ya susah.

Entah berapa generasi model ini bisa pulih otaknya. Nyatanya mereka bukan hanya orang kelas bawah, tak berpendidikan, banyak yang kaya, pinter, toh sama juga picik.

Kasihan dan sayang, agama, terutama yang dipakai di mana-mana dan ke mana-mana. Pemukanya juga dijadikan olok-olokan karena segelintir di antaranya menjadikan diri sebagai bahan  olok-olokan. Miris sebenarnya, tetapi susah diberi tahu malah ditudin menistakannya.

Dulu, masa perjuangan selalu gagal merdeka karena tidak ada persatuan. Politik kepiting menjadi alat untuk menjegal dan mencapit yang mau membawa kepada kemerdekaan. Penghinaatan dan iren menjadi tabiat, eh ternyata hingga saat ini masih demikian.

Persatuan menjadi kunci untuk mengatasi ini semua. Hukum sosial dengan tidak memberikan ruang pada aksi-aksi inkonstitusional apapun bentuknya. Intoleransi, makar tipis-tipis, dan semua aksi di luar konstitusi.

Mau elit, mau ekonomi sulit  sama saja, ketika mengabaikan persatuan, yo susah. Miris, negara besar ini rusak bukan karena suku, ras, atau agama yang gede dan beragam, tapi manusia tamak yang menggunakan agama, suku, dan ras demi memenuhi hasrat dan tamaknya itu.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun