Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Islam Tidak Salah, Caramu Berislam yang Ngaco

14 November 2020   15:20 Diperbarui: 14 November 2020   15:22 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Islam Tidak Salah, Caramu Berislam yang Ngaco

Kata-kata Macron memang bisa menjadi sumber petaka, ketika didengar kaum sumbu pendek dan pentol korek di Indonesia. Krisis, ya jelas krisis ketika orang menampilkan gambar kog dibacok. Jangan sensi dulu, ini konteks barat, di mana kebebasan itu utama, tapi juga bertanggung jawab dan menghargai pihak lain.

Macron itu memberikan tanggapan, bereaksi, dan menyoal pembunuhan. Ingat, ini adalah adanya pemengggalan kepala oleh murid kepada guru. Masalah provokasi guru silakan, dan bisa menjadii ulasan yang berbeda. Mengapa? Karena pemenggala sah, resmi, dan dilindungi UU dalam hukuman mati saja sudah jarang, lha ini kog malah hakim, algojo, dan jaksa satu anak kecil.

Pagi tadi, ketika ada gagasan menuliskan ini, membaca postingan di media sosial, bagaimana hidup berdampingan dengan Islam yang kekanak-kanakan. Ingat, cara beragama bukan bicara agama. Bagaimana si pemosting mengatakan jika ia hidp berdampingan dengan orang yang Islamnya masih ugal-ugalan. Pengeras suara sewaktu-waktu bunyi dengan sangat keras. Jalan kadang ditutup. Meledek, bahkan menghina agama lain dengan mudah, namun kesenggol dikit ngamuk.

Menutup jalan biasa untuk kegiatan mereka, tetapi ada pendirian rumah ibadah lain agak ditolak bahkan mentah-mentah, tanpa argumentasi. Bahasa Macron krisis, kalau saya sih cara berislammu ngaco.

Beberapa hal yang layak dicermati argumentasi saya menilai berislam yang ngaco;

Standart ganda.

Sangat mudah ketika menghujat, menghakimi pihak lain, namun pada sisi lain sangat mudah pula murka ketika disentil sedikit saja. Cek bagaimana toa mereka, berhadapan dengan ibadah di rumah-rumah, ini sebanding lho, tetapi ngamuk mereka bisa tujuh turunan.

Menutup jalan, padahal rumah ibadah mereka melimpah ruang, kadang malah kosong, tetapi agama lain mau mendirikan rumah ibadah, jelas-jelas tidak ada untuk kegiatan dilarang. Mereka tidak mau tahu keadaan yang semestinya. Penilaian mereka sebatas tafsir mereka sendiri.

Lihat saja postingan mualaf dan kelompok tertentu, mereka giat banget menggunakan agama lain sebagai bahan ceramah. Lucu tidak, ketika bahan ajar kog malah mengulik ajaran lain dan dengan seenak jidatnya mereka tafsirkan sesukanya sendiri.

Coba tafsirkan ajaran "mereka" sedikit saja. Geger, ngamuk, dan mencak-mencak. Konteks ini tentu yang suka mengulik tapi gak mau disenggol, bukan secara umum.

Kekanak-kanakan.

Merasa diri paling benar, paling baik, dan pihak lain harus menghargai, menghormati, dan menjunjung tinggi. Tanpa mau tahu bahwa ada pula yang baik pada sisi yang berbeda. Ini kan khas anak-anak. Lihat anak TK bagaimana, mereka merasa diri paling. Melebihi teman lainnya, tidak ada yang lebih dari dirinya.

Mereka melihat salib gemetar, takut, dan menyatakan ada jin di sana. Tetapi ketika ada kartun saja ngamuk tidak karu-karuan. Ketika pihak lain dinilai menista, kalau mereka menyatakan kebenaran. Selain standar ganda juga kekanak-kanakan.

Merasa terancam, pihak lain menganiaya, pemerintah dzolim, kelompok lain kafir, sesat, tetapi pada sisi lain mereka tukang menganiaya, memaksakan kehendak, dan melakukan persekusi tanpa mau tahu konteks. Lagi-lagi model anak, maunya menang sendiri. Minta permen harus, meskipun sedang sakit gigi dan emaknya tidak punya uang.

Tengok, para penganut cara beragama ini, mereka membuang aqua, di mana air adalah buatan Tuhan. Di mana otak mereka. Berbeda ketika membakar tas, sepatu, atau mobil buatan orang Perancis. Lha air buatan Tuhan, siapa yang mereka bela jika demikian?

Teriak kenceng, tahu masalah tidak.

Ada sebuah tayangan di media sosial, ia menilai kartun yang dibuat Macron menghina. Ada lompatan peristiwa. Pun elit beragama di sini juga demikian. Demi hasrat politis mereka lupa kisah pembunuhan oleh murid kepada guru dan malah menyasar Macron. Jangan dianggap sepele, ini malah mendasar.

Tafsir Sesuai kepentingan dan Reaksi Lebay

Pihak yang ngaco menilai si pemenggal adalah pahlawan. Hal yang berbeda dengan kaum waras, yang menyatakan itu adalah kriminal.  Bagaimana bisa tafsir bisa demikian jauh bertolak belakang. Ada kepentingan yang perlu dipertanyakan yang membela pelanggar hukum universal.

Soal pengungsi yang terlunta-lunta mereka tutup mata, tetapi ketika si penolong mengeluh malah dipersekusi. Miris.

Sekali lagi ini soal berislam, beragama, bisa juga berkristen, bukan soal Islam, Kristen, atau agama lain, namun mereka yang beragama atau berislam secara kanak-kanak, dalam bahasa Macron krisis. Toh banyak yang dewasa, bagaimana Nudirsyah Husein, Muhamadiyah, dan banyak lagi ulama-ulama yang menenangkan dan menganggap ini masalah justru perilaku biadab. Kuno, model penggal dalam tafsir mereka.

Berbeda dengan si penganut kanak-kanak yang senggol bacok. Pemenggal adalah pahlawan, dan penyuka kekerasan. Apakah Islam atau Kristen salah? Tidak, tetapi cara berislam dan berkristen yang ngaco. Cara beragama yang ugal-ugalan, merasa diri paling dan pihak lain di bawah mereka.

Fanatis itu harus, tetapi ke dalam. Ketika keluar  toleran tanpa mengurangi kadar keimanan sendiri. Iman kog kw yang mudah luntur, lha perlu penghayatan dan pendalaman yang menyeluruh sehingga mampu teguh di dalam imannya sendiri.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun