Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mitos Dunia Tulis-menulis

14 November 2020   09:16 Diperbarui: 14 November 2020   09:19 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sering dalam percakapan terlontar kata-kata, gak ada ide mau nulis apa, sudah ngopi macet pula tulisan, kurang ngopi ini gak bisa menuangkan ide, ide banyak tapi gak jadi-jadi tulisan. Ajarin nulis, susah banget kog, atau mau nulis apa bingung.

Hal yang terjadi juga dengan para pemain blog, alias blogger, penulis yang tiap saat menuangkan gagasan dalam tulisan. Media berkembang dengan luar biasa, banyak tempat untuk bisa menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan.  Toh nada pada awal tulisan itu masih saja.

Ada beberapa mitos namun seolah sudah menjadi kredo, kepercayaan seperti iman dalam dunia tulis menulis. Hal-hal berikut layak dicermati;

Kopi atau cemilan. Tanpa ngopi tidak bisa menulis, ide tidak datang. Hanya mitos, bentukan kebiasaan yang dianggap sebagai asli demikian. Tidak ada  bedanya mau ngopi, vodka, atau gingseng sekalipun. Mabuk atau beser iya, soal gagasan mengalir tidak ada kaitan langsung.

Itu kebiasaan dan pembiasaan personal yang dikemukakan dan orang lain latah menyetujui. Bisa dibalik, tanpa itu semua ide dan gagasan tetap mengalir.

Mau menulis atau jadi penulis asyik membaca, tips dan trik menulis. Itu tidak salah, namun kalau tidak memulai dan merangkai kata jadi kalimat, yo tidak akan jadi tulisan. Lakukan, lakukan, lakukan, dan lakukan. Ini penting dan mengasah kebiasaan dan menjadi hal yang mengalir.

Tidak salah membaca karena itu adalah bekal untuk menjadi tulisan juga. Tanpa bacaan tulisan akan usang dan tidak memberikan hal yang baru bagi pembaca pun bagi diri sendiri.

Menjadi hakim, kurator, dan bahkan tuhan atas karya sendiri. Jelek, tidak menarik, ah biasa saja. Hal demikian sering menjadi penghambat dan batu sandungan. Padahal belum tentu demikian yang terjadi. Biarkan pembaca memberikan tanggapan dan penilaian.  Asyik dengan penafsiran sendiri dan kemudian menilai sendiri bisa berbahaya.

Hal yang sangat biasa terjadi, didikan feodal yang tidak baik memuji sendiri terinternalisasi dan menjadi kebiasaan. Akhirnya berujung pada tempat sampah.

Membandingkan dengan pihak lain. Identik  dengan  point di atas bagaimana kebiasaan lanjutan kita adalah membandingkan denga karya pihak lain. celakanya jika itu adalah tokoh idola dan sudah tenar. Celaka bertubi-tubi.

Tulisan itu perlu asahan, akan meningkat seiring dengan kebiasaan dan pembiasaan kita. Makin lama akan semakin baik dan menarik. Apalagi jika mendengarkan nasihat dan masukan pihak lain yang obyektif tentunya.

 Terlalu mendengarkan pihak lain. ini berkaitan dengan poin-poin yang sudah disebutkan di atas. Ribet ketika itu opini dan berbicara politik. Kebencian, permusuhan, dan pokok lawan salah bisa membuat orang takut dan tidak lagi menulis.

Sering dalam ranah ini, pemain opini mempermalukan penulis, bukan soal isi, namun pokoknya jelek, kalau tidak siap bisa berantakan. Takut menulis dan menuangkan ide dan gagasan.

Tidak salah mendengarkan kata orang, namun juga perlu dilihat motivasi, latar belakang, dan maksud dari komentarnya tersebut.

Tenang saja, semua akan mengalir dengan sendirinya. Omong kosong, perlu pemaksaan. Tanpa pemaksaan untuk menjadi kebiasaan, susah ada aliran ide, gagasan, dan tulisan yang menarik, bernas, dan bermanfaat. Mengalir bisa saja ngasal dan pokok jadi tulisan.

Fokus pada karya sendiri, bukan penghargaannya. Subyektifitas berbicara dalam dunia tulis-menulis. Jadi tidak usah baper atau mutung ketika tanggapan baik itu masih sepi. Atau fokus pada tanggapan yang heboh dan riuh rendah. Viral itu penting, namun bukan segalanya.

Jika tanggapan orang atau pihak menjadi  fokus, malah kaku dan tidak mengalir apa adanya. Pengalaman kalau lomba malah jadi takut-takut tulisan tidak selancar jika menulis artikel.

Semua memiliki gaya dan style, tidak usah risau dan ribet dengan gaya menulis, saya cenderung menulis gaya bebas, free writing, menulis tanpa mikir panjang, edit, pokok ketik tayang. Risiko adalah salah ketik dan salah di sana-sini, karena kebiasaan enggan mengubah. Ini jelek.

Pun jangan pula ingin bisa memiliki gaya milik orang lain. Tidak akan bisa dan otentik. Malah buruk.

Enak baca tulisan si A, belum tentu cocok dengan kita bukan? Atau enak membaca tulisan itu seperti kita didongengi, ah belum tentu hal demikian disukai pihak lain kog.

Susah menulis itu. Kalau  orang bisa banyak omong, menulis tidak bisa, aneh. Tulis saja yang diomongkan, kan jadi tulisan. Hanya soal kebiasaan dan pembiasaan. Lakukan, kalau perlu paksakan.

Jangan biarkan sudah memasang portal, susah, tidak bisa, dan sejenisnya sebelum memulai. Memang semua perlu kemauan, bakat sih bisa diolah dan dilatih. Yang penting adalah semangat, mau belajar, dan mau mengembangkan diri.

Paksakan, lakukan, dan jalani, semua  ada muaranya sendiri. Tanpa perlu menjadi hakim, pun berharap secara berlebihan. Semua bisa menulis dan semua memiliki pangsa pasarnya-pembacanya sendiri-sendiri.

Terima Kasih dan Salam

Susy Haryawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun