Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

AHY Makin Lihai bak ABG

9 Oktober 2020   19:35 Diperbarui: 9 Oktober 2020   19:59 442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lucu atau naif, entahlah, yang jelas AHY dengan Demokratnya mengambil pilihan untuk tidak mendukung UU Cipta Kerja. Hak konstitusi, soal benar atau tidak, toh waktu yang akan menjawab dan menguak kebenarannya. Drama usai itu yang membuat Demokrat semakin naif.

Lagi-lagi ini soalpilihan. Bagaimana mereka bersikap. Mau oposan ya silakan, asal berkualitas dan bukan waton sulaya. Artikel ini sudah persiapan sejak tiga hari lalu, jadi sangat berbeda pada uraiannya karena data-data terbaru  yang lebih menggelikan.

Semua hanyalah permainan politik. Demi mendapatkan pengaruh, simpati, dan sangat mungkin adalah kursi. Ketika AHY meminta maaf mengenai kegagalannya menahan laju UU Cipta Kerja, dibarengi dengan narasi mematikan microphone, dan juga penolakan dengan tegas oleh Benny K. Harman, jangan kaget satu demi satu narasi sebaliknya muncul.

Pak Bey mengaku Omnimbus Law sejalan dengan pemikirannya, kala itu, kini berbeda, tentu bukan dalam kapasitas lupa ingatan, atau AHY melawan senior, tentu tidak. Momentum dan kesempatan yang mungkin saja menolong untuk pilkada. Jangka pendek, dan tentu tidak cukup signifikan untuk membesarkan kembali Demokrat.

Gedenya Demokrat itu karena sosok SBY dengan konteks dan kondisi yang sangat berbeda dengan saat ini. Masalahnya adalah  elit bangsa ini hanya mampu copas capes-an saja. Model yang pernah sukses dipakai lagi. Basi namanya. Pernah menaikan SBY kemudian mau diulang. Sukses dengan pilkada DKI dengan ayat dan mayat mau diulang.

Kali ini, Demokrat benar-benar hara kiri, blunder yang amat. Telak mati kutuk lebih mengerikan dari pada kekalahan Barcelona. Mengapa demikian?

Jauh hari rumor dari media sosial, ada gerakan Demokrat menggunakan isu UU ini sebagai sarana memenangi pilkada. Bantahan sama sekali tidak terdengar. Sangat mungkin mereka tidak menilai ini serius dan menganggap sepela saja. Ternyata tidak demikian.

Pernyataan demi pernyataan elit Demokrat yang seolah lupa daratan, tantruman, dan juga jual derita semakin mempertunjukkan dengan lebih jelas adanya statemen, penyandang dana dari mereka, dan penolakan UU ini demi pilkada lebih terbukti.

Ada tangkapan kamera, kalau elit Demokrat menjadi komando dalam aksi di Jogyakarta. Tahu sendiri akhir dari kejadian di Jogja adalah rusuh dan membakar rumah makan. Makin susah memisahkan Demokrat dari rusuh dan demo hari-hari terakhir.

Lahir pula ledekan buzzer Cikeas dan #papanobitangebetmimpin.  Lebih banyak lagi dugaan dan tudingan bahwa ada kaitan Cikeas dengan aneka riuh rendah hari-hari ini.

Masifnya pemberitaan, meme, dan juga sindirian di media sosial, sempat terpikir apakah ini upaya pembunuhan karakter Demokrat? Bertanya pada seorang rekan, jawabannya, enggak, Demokrat partai kecil, tidak cukup signifikan untuk dimatikan. Toh akan mati sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun