AHY Belajarlah pada Fahri Hamzah
Siapa tidak  kenal dengan reputasi Fahri Hamzah di dalam bersikap menghadapi Jokowi dan pemerintah. Oposan dari oposan ya Fahri dan Fadli. Duo dan duet maut dari meja pimpinan dewan masa lalu, mereka seolah di atas para dewa politik bangsa ini.
Penghargaan pada hari Kemerdekaan menjadikan Fahri mendapatkan lagi panggung, ketika ia beralih partai baru. Kancah dan panggung politik yang tidak lagi memberikan ia tempat, ternyata ada berkah dengan penghargaan itu, sehingga menjadi pembicaraan lagi.
Kemudi berputar, haluan menjadi berbeda demi Gelora tentu saja, menyatakan dukungan pada anak dan menantu Jokowi. Pembelaan yang akan sangat mustahil seperti itu, jika masih pada kandang, eh partai lama. Ini permainan politik semata.
Kini, panggung milik Fahri, yang menusuk langsung pada dua partai politik yang sedang memainkan narasi menolak UU Cipta Kerja. Sah secara konstitusi, namun sangat naif jika bicara ranah etis dan moral. Fahri mengatakan tolak ya sejak awal bukan pada ujung.
Logis, ketika begitu banyak rekaman terbuka, bagaimana SBY dulu mengaku bahwa produk ini sama dengan gagasannya dulu. Cek sendiri, ini bukan mau berbicara itu. Â Artinya, ketika dulu mengaku itu sebagai sama, kini menolak, apakah SBY lupa, atau karena AHY menjadi malin kundang? Tidak keduanya.
Kepentingan pilkada. Lagi-lagi cara basi yang dilakukan Demokrat dan AHY. Cara yang sangat cemar bukannya tenar. Malah cenderung lebih buruk karena rusuh di mana-mana kini terarah kepada Demokrat. Sangat mungkin ini juga nanti menjadi permainan politik korban yang sudah tidak akan laku.
PKS perlu hati-hati, gerbong Anies Mata dan Fahri jauh lebih militan dan matang. Lihat bagaimana Fari yang sudah dipecat oleh pengurus PKS masih tetap menjadi wakil ketua lagi di DPR. Ini jangan dianggap sepele. Kekuatan yang cukup kuat di dalam keseluruhan partai.
Kini,  ketika menjadi partai baru, Fahri memainkan cara dan trik yang bertolak belakang dengan yang sudah biasa ia lakukan. Tentu ini brbicara demi  kepentingan sendiri dan Gelora bukan demi membela atau mendukung Jokowi. Era Jokowi sudah berakhir, karena dua periode pemerintahan. Artinya sudah  tidak ada manfaat secara langsung.
Mendukung anak dan mantu Jokowi dan kemudian UU Cipta Kerja jelas sebuah pilihan baik dalam kondisi perpolitikan yang seperti ini. PKS yang maunya head to head full frontal pada pemerintah, tentu banyak kader dan anggota yang tidak suka. Kesempatan yang baik dipakai oleh Fahri untuk menampung mereka itu.
Kondisi PKS bisa limbung jika ini benar-benar sukses dilakukan dan akan terus demikian terjadi. Sudah mendapatkan basis massa yang cukup kuat. Permainan politik ini jelas untuk menarik simpati publik yang masih demikian luas demi partai Gelora lebih gede. Cerdik permainannya.