Marketing Jitu Pesugihan Rawa Pening
"Hebat, kamu hebat Le, pengikut Yesus memang hebat. Kalau berubah  pikiran, Mbah tunggu di pojok desa. Mbah pamit..."
Pernyataan dan pamitan dari danyang Rawa Pening itu membuatku gamang, galau, cemas, dan sekaligus bahagia. Lha tidak cemas bagaimana? Itu kan dedengkot yang tidak akan mau dan suka ditolak.
Senang karena aku berani menyatakan tidak, pada tawarannya yang sangat menggiurkan itu.
Namun, cemas, khawatir, dan jerih pula dengan reputasi bagaimana yang biasa mendapatkan bantuan dari danyange di sana.
Kisah yang pernah terdengar, ada dua orang yang sama-sama mencari pesugihan di Rawa Pening. Keduanya dijamu atau disuguh ikan goreng. Satu di makan, satunya terlihat itu adalah anaknya. Yang memakan ikan benar hidupnya berubah dan menjadi kaya raya, namun anaknya meninggal tanpa alasan, dan waktunya berdekatan dengan saat memakan ikan.
Si pencari yang melihat tampilan ikan itu anaknya, enggan makan, dan hidupnya biasa-biasa saja, sama dengan waktu sebelumnya. Kondisi ekonomi tetap dan sama saja.
Bagaimana bisa, ia, si penunggu Rawa Pening itu mengatakan, kalau akan memberikan ikan gratis, tanpa syarat. Apa artinya coba dengan pengalaman yang memakan ikan dan mati anaknya itu?
Atau taraf berikutnya ia menawarkan itik, karena ini kesukaanku yang memelihara itik. Diikuti kata sekandang, lha apa tidak lebih ngeri, Â kalau sekandang itu adalah, keluarga besarku ikut menjadi korban tumbal pesugihan yang ditawarkan itu?
Rayuannya makin meningkat. Dengan menawarkan kambing, lagi-lagi satuannya adalah satu kandang. Takaran yang luar biasa murah hati bukan?
Kembali penolakan, dan meningkat, makin menggoda, menggiurkan, dan menarik. Sapi. Bagaimana tidak menggoda, lagi-lagi sapi satu kandang. Hitungannya per kandang, bukan lagi ekor.