Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Menunda Pilkada Serentak 2020

22 September 2020   20:45 Diperbarui: 22 September 2020   21:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Cukup menarik, ketika banyak pihak menghendaki pemilihan kepala daerah serempak 2020 ditunda. Alasan yang dikemukakan adalah pandemi yang masih demikian besar. Ditambah dengan penundaan pilkades oleh kemendagri. Beberapa hal layak dilihat dengan lebih dalam lagi, benar ini politis atau prihatin pandemi.

Sah-sah saja sih memberikan usulan dan juga alasan atau fakta yang memberatkan memang cenderung kuat dan faktual. Angka penyebaran dan penularan covid masih cukup tinggi dan signifikan. Pun perlu dilihat lebih lagi beberapa hal yang melingkupi kehidupan berdemokrasi kita.

Jangan sampai dengan dalih covid padahal ujung-ujungnya ganti presiden dan Jokowi turun. Kan ngaco dan repot. Pada akhirnya akan ada narasi Jokowi gagal mengadakan pemilihan kepala daerah serempak. Ingat, pelaksanaan ibadah haji yang ditutup Kerajaan Saudi Arabia saja ribet dan ributnya seperti apa.

Arab sebagai tuan rumah yang menutup rangkaian ibadah haji, covid pula, toh narasi ke mana-mana tidak karuan. Apalagi pilkada.

Atau soal resesi yang terjadi. Tanpa mau tahu alasan dan kondisi semua negara di dunia. Kembali salawi menjadi pedoman. Pelakunya ya orang itu-itu juga. Mereka paham keadaan, tetapi tidak mau tahu, pokoknya pemerintah salah dan kudu ganti. Pendidikan, latar belakang, dan juga bidang mereka mumpuni kog. Politis yang lebih kentara.

Negara mana yang baik-baik, dibarengi dengan pandemi dan perilaku elt dan akar rumput yang ugal-ugalan? Tentu bahwa akan lebih baik lagi, jika bekerja sama bukan malah hanya ribet dan ribut.

Pertamina beberapa waktu lalu disebut-sebut juga rugi. Muaranya apa? pecat Ahok, tanpa mau tahu bagaimana kinerja Pertamina di tengah pandemi dan dunia usaha perminyakan global. Tanpa PHK dan masih bisa melayani demikian banyak kepentingan.

Apa mereka tidak tahu kondisi itu? Tahulah, lagi-lagi ini soal politik.

Pandemi dengan dasar pemikiran, orang berkumpul. Baik kampanye dan pencoblosan bukan? Ini kan semata mekanisme dan itu bukan hanya satu-satunya cara. Berbagai macam model pelaksanaan bisa dilakukan kog. Naif jika bicara penyebaran hanya karena pemilu.

Lihat saja sekarang di lapangan. Bagaimana jalanan dan tempat-tempat umum. Lalu lintas, kebiasaan juga banyak acara kumpul-kumpul sangat biasa. Jangan lupa, ibukota juga sering ada demo dan deklarasi. Apa beda kampanye, demo, dan coblosan coba?

Pemakaian masker dan protokol kesehatan juga sudah mulai kembali ke habitat lama. Seolah sudah tidak ada apa-apa. Hanya beberapa tempat dan pihak yang masih ketat dengan aturan dan protokol kesehatan covid 19.

Apanya yang dikhawatirkan jika demikian coba? Miris sebenarnya, jika alasannya adalah penyebaran dan kumpulan massa.

Jangan lupakan, aksi "sosial dan sikap berbagi paling ikhlas" ya hanya pada masa pemilihan ini. Solidaritas antara terpaksa, rela, dan ngarep cukup besar. Rakyat bisa sangat terbantu dengan royalnya para paslon ketika mereka mau menarik massa.

Beberapa roda ekonomi yang bisa bergerak, tukang sablon dan printing. Hari-hari ini di mana-mana sudah bertebaran baliho dan calon narsis. Berapa banyak orang dan uang yang beredar itu. Percetakan aneka kelas tetap saja bisa mengais rezeki.

Tukang kaos dan kain. Masker akan menjadi trend dan bagi-bagi masker akan sangat mungkin terjadi, ini juga membantu UMKM jelas bergerak. Berapa orang terbantu dengan ini.

Kayu dan bambu untuk baliho, banner, dan banyak kepentingan lain demi mengenalkan calon, dan juga sosialisasi ini itu. Lagi-lagi akar rumput terbantu, bisa ada uang dan rezeki yang datang.

Seolah naif dan hanya kecil. Lha kecil-kecil dengan banyaknya yang calonan dan calonnya kan jadi gede. Salah satu bakal calon saja sudah dua kali memberikan banner dan spanduk kog di sekitar rumah, dulu ucapan hari raya, kini ya memang calonan.

Tim sukses dan tim hore ini juga pekerjaan dadakan, yang sangat mungkin bisa menjadi BLT swasta lho. Becanda sih kalau yang ini.

Di tengah pandemi seperti ini, PLT kepala daerah selain kasihan juga berbahaya. Mengambil keputusan dan kebijakan yang bisa sangat berat harus dilakukan segera.

Mengapa pilkades ditunda? Jauh lebih rumit pilkades dari pada pilkada tingkat I dan II. Terutama untuk risiko dan faktor keamanan. Bagaimana kepolisian meskipun dibantu TNI tetap saja sangat berat jika pilkades juga diadakan, tanpa dibatalkan.

Potensi ributnya lebih gede dan pelik, hidup bertetangga, lebih susah dikontrol daripada level gubernur dan bupati-walikota. Pergerakan massanya berbeda, fanatismenya juga berbeda. Kecil-kecil namun sangat banyak, risiko penyebaran di kampung-kampung dengan pilkades sangat mungkin.

Kelas bupati-walikota dan gubernur, jelas lebih mudah, tinggal panggil tim suksesnya, jika sekali saja melanggar tegakan aturan. Ini soal penegakan aturan. Berbeda jika pilkades.

Kembali penegakan aturan, lihat saja selama ini seperti apa, sama juga, ketika massa kampanye dan pemilihan, timses dan jajaran calon bekerja keras dan dituntut untuk mampu menjaga itu, bukan malah lepas tangan.

Hal ini juga malah bisa menjadi ujian juga sejak dini sebagai seorang pemimpin itu mampu atau tidak. Demokrasi itu bukan semata kebebasan tetapi juga tanggung jawab.

Urgensi penundaan menjadi biasa, ketika dalihnya adalah pendemi masih belum reda. Lha aktivitas lainnya juga sama saja kog. Soal penegakan aturan dan kedewasaan bertindak.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun