Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Menunda Pilkada Serentak 2020

22 September 2020   20:45 Diperbarui: 22 September 2020   21:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apanya yang dikhawatirkan jika demikian coba? Miris sebenarnya, jika alasannya adalah penyebaran dan kumpulan massa.

Jangan lupakan, aksi "sosial dan sikap berbagi paling ikhlas" ya hanya pada masa pemilihan ini. Solidaritas antara terpaksa, rela, dan ngarep cukup besar. Rakyat bisa sangat terbantu dengan royalnya para paslon ketika mereka mau menarik massa.

Beberapa roda ekonomi yang bisa bergerak, tukang sablon dan printing. Hari-hari ini di mana-mana sudah bertebaran baliho dan calon narsis. Berapa banyak orang dan uang yang beredar itu. Percetakan aneka kelas tetap saja bisa mengais rezeki.

Tukang kaos dan kain. Masker akan menjadi trend dan bagi-bagi masker akan sangat mungkin terjadi, ini juga membantu UMKM jelas bergerak. Berapa orang terbantu dengan ini.

Kayu dan bambu untuk baliho, banner, dan banyak kepentingan lain demi mengenalkan calon, dan juga sosialisasi ini itu. Lagi-lagi akar rumput terbantu, bisa ada uang dan rezeki yang datang.

Seolah naif dan hanya kecil. Lha kecil-kecil dengan banyaknya yang calonan dan calonnya kan jadi gede. Salah satu bakal calon saja sudah dua kali memberikan banner dan spanduk kog di sekitar rumah, dulu ucapan hari raya, kini ya memang calonan.

Tim sukses dan tim hore ini juga pekerjaan dadakan, yang sangat mungkin bisa menjadi BLT swasta lho. Becanda sih kalau yang ini.

Di tengah pandemi seperti ini, PLT kepala daerah selain kasihan juga berbahaya. Mengambil keputusan dan kebijakan yang bisa sangat berat harus dilakukan segera.

Mengapa pilkades ditunda? Jauh lebih rumit pilkades dari pada pilkada tingkat I dan II. Terutama untuk risiko dan faktor keamanan. Bagaimana kepolisian meskipun dibantu TNI tetap saja sangat berat jika pilkades juga diadakan, tanpa dibatalkan.

Potensi ributnya lebih gede dan pelik, hidup bertetangga, lebih susah dikontrol daripada level gubernur dan bupati-walikota. Pergerakan massanya berbeda, fanatismenya juga berbeda. Kecil-kecil namun sangat banyak, risiko penyebaran di kampung-kampung dengan pilkades sangat mungkin.

Kelas bupati-walikota dan gubernur, jelas lebih mudah, tinggal panggil tim suksesnya, jika sekali saja melanggar tegakan aturan. Ini soal penegakan aturan. Berbeda jika pilkades.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun