Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Vampire Energi

20 September 2020   19:26 Diperbarui: 20 September 2020   19:39 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kompasianer, tentu pernah mengalami, atau mungkin menjadi pelaku atau melakukan hal seperti ini, mengeluh, merasa diri hidupnya pepat, semua serba salah, tidak adil, dan dunia seolah lagi berpaling. Hari-hari ini, nambah lagi yang menjadi alasan untuk mengeluh, sekolah online anak lah, covid yang memporakporandakan bisnis, usaha, atau kerjalah, dan banyak lagi.

Enak kan ketika mengeluh, berkeluh kesah, dan curhat, curcol bersama kawan-kawan, bergosip yang ditanggapi pula dengan nada yang selaras. Klop, dan sampai dua hari dua malam juga tidak kelar, kurang terus malah.

Tapi memperhatikan tidak, ketika usai mengeluh itu bagaimana reaksi tubuh kita? Atau bagi yang mendengarkan keluhan itu? Capek  kan? Sama-sama capek, yang curcol kadang sih menjadi ringan, ya iya karena membagikan "sampahnya". Berbeda dengan yang menampung sampah  itu.

Vampire dalam konteks ini tentu bukan arti sesungguhnya, namun ada  pihak atau orang yang kerjaan, hobi, tabiat, atau kesukaannya itu mengeluhkan apapun. Baik mengeluh, buruk apalagi. Nah pribadi model demikian ini yang menguras energi, kekuatan, dan kebahagiaan kita.

Hal yang lumprah, namanya juga energi negatif, kalau tidak menular, sangat mungkin itu menguras energi yang kita miliki. Makanya itu dinamai vampire energi. Menguras dan menghabiskan apa yang kita punyai.

Ciri-ciri pribadi yang cenderung menjadi vampire itu,

Ketika datang, berjumpa, dan berkomunikasi hal-hal negatif saja yang menjadi inti pembicaraan. Konsentrasi pada hal yang jelek, jahat, dan buruk. Kalau orang politik ya akan membicarakan keburukan dari apa yang tidak disukai dari pemerintah, atau sebaliknya. Hal yang mengasyikan, padahal tidak demikian ketika mau merenungkannya lebih dalam lagi.

Fokus pada diri sendiri dan derita. Fokus pembicaraan, bahan komunikasi adalah dirinya sendiri tanpa mau tahu kondisi orang lain. Lebih mudahnya orang menyebut pribadi egois. Sangat mungkin, apalagi dengan kondisi mengeluh, toh  pasti maunya didengar.

Maunya didengar, bukan mendengar, konsentrasi itu diri dan kondisinya, mana mau mendengarkan karena maunya adalah didengarkan. Membuang sampah bukan? Yang menerima sampah itu yang berat.

Nah, kondisi sebaliknya, bagi kita yang harus menanggung atau menerima konsekuensi atas sampah yang dilemparkan, bagaimana seharusnya;

Mendengarkan, tanpa memberikan porsi baik hati atau pikiran untuk  itu. Jadi bukan membiarkan atau cuek saja atas keadaan itu. Kasihan  jika dibiarkan saja. Namanya juga perlu perhatian. Tanpa memberikan hati dan pikiran membuat kita lepas bebas. Mendengarkan, tanpa memasukan dalam hati dan pikiran kita.

Anggap hal itu, penting baik dari pendengar atau pencerita, namun bukan untuk menguras energi kita. Penting dalam konteks kemanusiaan, bukan cerita atau kisahnya. Nah ketika kita mampu bersikap demikian, bukan meremehkan kisah atau curhatannya, namun kita tidak memberikan porsi dan bagian untuk energi kita terserap.

Kita mampu dan tetap menjadi diri sendiri, tanpa terpengaruh dari pembicaraan pihak lain. Ini bukan berarti bahwa kita meremehkan cerita pihak lain, namun bahwa kita juga perlu sikap dan tidak harus merugikan diri sendiri. Jelas bukan dalam konteks mencari keuntungan atau enggan rugi, namun kita juga memerlukan kekuatan dan energi untuk hidup kita kog.

Jangan mengundang vampire energi dalam hidup kita. Kadang kita sudah mengundang atau memberikan keyakinan kalau si A itu pasti akan mengeluh dan nantinya membuatku jadi senewen. Lepaskan itu dan yakinkan diri, bahwa itu tidak penting.  Kisahnya, curhatnya kita dengar, kita terima namun tidak kita perhatikan. Hanya lewat, namun tetap dengan penuh perhatian kita mendengarkan atau membantu sebisa mungkin.

Seperti dokter yang mendengarkan keluhan pasien, tanpa ia juga ikut sakit. Itu prinsipnya.  Kadang kita ikut di sana sehingga menjadi capek dan letih.

Perlu latihan memang untuk dapat bersikap demikian.Jam terbang untuk memilah dan memilih mana yang penting bagi kita juga bagi yang curhat itu. Ada kalanya hanya perlu pendengar, namun tidak menutup kemungkinan juga perlu bantuan minimal di dengarkan.

Jika sudah berkali ulang, siap melindungi diri dengan pilihan bahwa ada hal yang lebih penting, bahwa jangan sampai energi kita malah terserap dan menjadi beban bagi hidup kita.

Tanpa kita terpengaruh vampir energi adalah, kita menjadi lemah, letih, tanpa melakukan aktivitas yang melelahkan sebenarnya. Kekuatan kita  hilang karena terserap dari luar.

Emosional yang tidak terkendali. Energi kita yang minim, membuat kita tidak imbang dalam mengelola emosi. Mudah tersulut hanya karena soal kecil.

Bangun tidur namun rasanya masih sangat capek dan seolah tambah lelah. Istirahat malam atau tidur adalah waktu untuk mengembalikan energi dan daya tahan, menjadi letih karena terbawa dan terserap vampir energi.

Hidup itu pilihan, mau menyerahkan energi kita pada vampir, atau kita melindungi diri dan memiliki kekuatan lebih untuk mampu mengelola energi kita untuk kebaikan. Semua kembali pada kita masing-masing.

Terima kasih dan salam

Susy Haryawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun