Saat Mahfud MD Membantah Presiden
Menarik apa yang terjadi dengan media sosial di negeri ini. Baru-baru ini, Â presiden PKS menyindir Menkopolhukam bahkan presiden, merespons sebuah judul pemberitaan media. Dalam sebuah berita tertulis, Mahfud, bahkan presiden pun tidak berdaya menghadapi penegak hukum.
Pernyataan yang jelas demi kepentingan menarik klik dan pembaca, karena tidak utuh konteksnya. Tidak berdaya yang dimaksud adalah tidak bisa mengintervensi penegak hukum dan penegakan hukum. Mau presiden, menkopolhukam, atau siapapun tidak akan bisa dan bahkan tidak boleh menekan, mencampuri, atau ikut terlibat, serta mengurusi proses hukum. Idealnya demikian.
Berbeda dengan  menkopolhukam dan presiden tidak berdaya menghadapi penegak hukum dan penegakan hukum. Sama pula dengan judul di atas, bagaimana Pak Mahfud membantah Presiden PKS, bukan Presiden Jokowi atau Presiden RI. Toh begitu juga akan ada yang terjebak oleh judul.
Beberapa hal yang sangat menarik dari pernyataan Mahfud, Sohibul Imam, dan kemudian bantahan kembali oleh Mahfud.
Pak Mahfud menyatakan sebuah hal yang normatif, wajar, dan memang demikian adanya. Jika presiden dan Menkopolhukam bisa mengatur penegak dan penegakan hukum, lha malah kembali ke Orba. Maunya demikian? Jelas  tidak,  ini kan mau mempermainkan emosi warga saja ala PKS.
Senada dan identik dengan apa yang Hidayat Nur Wahid ketika membuat tulisan via media sosial mengenai pembunuhan pengurus masjid. Persoalan keuangan dikaitkan dengan politik dan ideologi. Apakah tidak tahu, atau sengaja? Aneh dan lucu kalau tidak tahu. Jika memang kemampuannya segitu, ya miris saja, sekelas mimpinan  MPR eh kualifikasi memahami berita dan kejadian serendah itu.
Sangat kecil kemungkinan  selevel itu, lebih meyakinkan jika itu adalah cara berpolitik. Menyembunyikan sebagian fakta demi kepentingan sesaat dan sendiri. Khas banget, dan ternyata tidak lama ada yang memainkan narasi dengan cara yang senada.
Tanggapan balik dari Mahfud sangat simpatik, bagaimana perlu ia menanggapi, karena posisi Sohibul, tentu bukan dengan cara merendahkan, namun dengan menggunakan bahasa yang pantas. Keren cara menjawabnya. Bagaimana keberadaan Sohibul dengan pengikutnya itu bukan sembarangan, bukan orang biasa.
Boleh lho diterjemahkan atau dimaknai, selevel presiden PKS itu ternyata pemahaman serendah itu, atau juga, lha kalau kelas presiden saja demikian, bagaimana rakyat, akar rumput, atau anggotanya. Ini sah-sah saja lho, sama juga dengan ketika Sohibul memaknai pernyataan juga senaif itu kog.
Relatif kecil kemungkinan mau Sohibul dan juga Hidayat itu hanya membaca judul dan kemudian merespons dengan gegap gempita. Mengapa kecil?