Mereka menggunakan status, tayangan, dan konten itu dengan maksud, ada keinginan, bukan hanya iseng dan hanya  bersenang-senang dalam waktu senggang. Ini bagian dari pekerjaan. Jadi, mereka pasti tahu dengan baik isi dan maksud pernyataan atau berita itu. Karena ada maksud dan kehendak sesuai dengan kepentingan sendiri, maka penyembunyian dari sebagaian informasi itu sangat menentukan.
Penusukan Syekh Ali Jaber itu pun demikian. identik dengan kisah Ratna Sarumpaet, faktanya adalah  muka bengkak, soal bengkak karena operasi, oleh sebagian pihak dikatakan sebagai pemukulan oleh orang cepak dan sebagainya. Maksudnya mau mendeskreditkan pihak lain dengan muka bengkak itu. Sama fakta penusukan terjadi ketika menjadi-jadi, ada komunislah, nama yang berbau agama berbeda lah, dan seterusnya, maunya ke mana?
Para penggaung ini sedikit banyak tahu kog kebenaran, atau sebagian ketidaklogisan, hanya karena kepentingan, maka mereka menggunakan itu sebagai alat, senjata, dan mendapatkan keuntungan. Mengapa terjadi demikian, terulang lagi?
Sikap kritis sebagian anak bangsa ini tumpul, ketika sudah berbicara agama, pemerintah, ditambahi ulama atau komunis. Hal yang krusial ini jelas diketahui dengan sangat baik oleh elit yang kemudian menjadi-jadi diulang-ulang di tengah massa.
Kebiasaan membaca judul, sebagian isi dan sudah memberikan tanggapan dengan berapi-api. Klasik, khas pilpres dan pelaku media sosial. Lagi-lagi hal ini yang dimanfaatkan oleh beberapa el negeri yang suka rusuh dan budaya instan di dalam mendapatkan peluang dan keuntungan politik.
Efek salah satu dari demokrasi adalah kebebasan berpendapat dan bersuara, sekalipun itu ngaco dan ngawur. Tetapi jangan lupa, ranah etis, jangan abai akan kebebasan yan g bertanggung jawab, bukan ugal-ugalan.
Ranah inilah memang penegakan hukum dan penegak hukum sangat lemah, tidak berdaya, dan seolah tidak ada. Kala menghadapi tokoh agama, elit politik sekaligus agama, berkali ulang membuat tayangan, ujaran, dan tampilan media sosial separo benar menyembunyikan fakta, dan tidak ada tindak lanjut sama sekali.
Ujung-ujungnya kalau kepepet akan mengatakan dibajak, atau pemerintah alergi kritik, otoriter, membatasi kebebasan. Lha bebas juga ada batasnyalah karena kebebasan pihak lain. Bagaimana  bisa bebas kog kebohongan atau menyembunyikan sebagian fakta.
Masalah ini memang sangat rumit, karena abai sikap bertanggung jawab, bagian utuh dari demokrasi itu sendiri. Masih banyaknya pihak yang memuja demokrasi sebagai keuntungan, namun abai akan konsekuensinya, di mana sikap dewasa, bertanggung jawab, dan mau setia akan konsekuensinya.
Pihak-pihak yang biasa berteriak demokratis, namun sekaligus penghianat demokrasi sebenarnya juga hanya itu-itu saja kog. Mereka dipahami, sudah dikenali dari reputasinya yang begitu-begitu saja juga.
Terima kasih dan salam