Kedelapan, naif juga ketika rakyat juga bisa kog memilih dan memilah mana haram mana halal, toh halalnya produk menjadi hak sepenuhnya MUI, kog tidak ada yang mengatakan Allah sebagaimana anggota dewan, atau biar rakyat toh bisa memilah, sebagaimana kata JK.
Kesembilan, apa yang dinyatakan anggota dewan, ataupun JK Â ini jauh lebih politis bukan benar-benar azas manfaat justru buat hidup beragama yang lebih baik. Â Mengapa? Jelas kadar pengetahuan, masih soal pengetahuan, belum bicara mengenai penghayatan apalagi pengamalan mengenai agama.
Kesepuluh. Ini bukan satu-satunya negara yang menerapkannya. Atau satu-satunya profesi, atau pekerjaan yang mau bersertifikat. Silakan cek negara mana saja, pekerjaan apa saja. Kog dulu diam saja, atau kog di negara lain juga baik-baik saja?
Apa yang terjadi, penolakan, baik dari dalam MUI, dewan, ataupun JK adalah justru mau memperlihatkan bagaimana semua hal ditarik-tarik dalam ranah politik. Tidak ada kaitan dengan politik apapun. Hanya saja mau mendeskreditkan pemerintah dengan adanya upaya ini. Hal yang seharusnya biasanya saja menjadi heboh, karena kepentingan politik, bukan soal  azas manfaat dan lebih baik dan benar.
Demokrasi yang dihidupi orang-orang kolot ya memang susah, tidak mudah, dan ribet, serta ribut. Mau berdemokrasi tapi maunya menang sendiri. Menang-menang belum menjadi sebuah tabiat apalagi budaya kita. Maunya adalah menang-menangan dan menang sendiri. Orang atau pihak lain harus salah atau kalah.
Jangan menutup mata atas fakta perilaku dan cara beragama yang masih ngawur dan ngaco. Ini jelas bukan berbicara agama, namun cara beragama yang tidak semestinya. Apapun agamanya ada kog perilaku ngaco ini, dan itu yang mau dibenahi oleh negara. Bebas itu bukan berarti ngawur, namun ada etika, tanggung jawab, dan batasan kebebasan yang lain.
Sikap kanak-kanak yang berdiam pada pribadi dewasa, bahkan tua menambah ruwetnya kita berbangsa. Ya semua memang masih harus dihadapi dan dijalani.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H